
Ulama dan Pejuang Islam Laksana Para Penggenggam Bara Ap
MUSTANIR.net – Hidup di dunia kapitalis memang tak mudah bagi siapa pun. Kecuali bagi pengikut kebatilan. Para pengikut jalan Iblīs mendapatkan jalan tol untuk mengumbar hawa nafsu dalam sistem jahiliyah kapitalisme.
Mengapa?
Karena memang sistem jahiliyah ini adalah sistem buatan mereka. Lawan dari sistem Islam dari Allah subḥānahu wa taʿālā.
Termasuk yang harus hidup dalam ujian kesulitan adalah para ulama. Tentu saja yang dimaksud ulama adalah pewaris para nabi. Para hamba Allah yang paling takut kepada-Nya. Hamba Allah yang istiqomah dalam perjuangan menegakkan kalimat Allah.
Bukan para alimun fajirun (ahli ilmu namun jahat) penjual agama demi remah dunia. Mereka bukan ulama namun pengikut kebatilan.
Dari Anas bin Malik raḍiya ‘llāhu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR Tirmidzi no. 2260. Al-Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadzi bahwa di zaman tersebut, orang yang berpegang teguh dengan agama hingga meninggalkan dunianya, ujian dan kesabarannya begitu berat. Ibaratnya seperti seseorang yang memegang bara (nyala) api.
Para ulama pejuang Islam adalah motor penggerak dakwah. Merekalah yang paling banyak menerima ujian menggenggam bara api. Tentu saja pada saat sistem otoriter kapitalistik ini menghadapi ujian paling berat, banyak di antaranya yang mesti keluar-masuk penjara. Bully-an, cacian, sudah makanan sehari-hari.
Meskipun tidak semua pejuang adalah para ulama. Di antara mereka ada asatidz dan bahkan sebagian orang awam. Namun mereka semua sama dalam ujian. Yakni bagaikan menggenggam bara api. Meskipun dengan level berbeda-beda. Makin tinggi posisinya akan makin berat ujiannya.
Perjuangan tertinggi saat ini adalah menegakkan khilafah. Khilafah adalah tajil furudh mahkota kewajiban. Juga ahamul wajibat, kewajiban paling penting.
Mengapa?
Karena khilafah adalah asas tegaknya Islam kaffah. Maka termasuk yang paling keras ujiannya adalah pada pejuang khilafah.
Namun, para pejuang yakin seyakin-yakinnya bahwa dunia ini hanya sebentar. Segala kesenangan dan kesengsaraan itu hanya semu saja. Akan segera berakhir. Kesengsaraan dan kesenangan yang hakiki dan kekal adalah di akhirat. Yakni kesenangan di surga. Atau kesengsaraan di neraka.
Allah pasti akan menolong para pejuangnya. Dan siapa saja yang ditolong Allah pasti menang dan tak kan terkalahkan.
Dalam surat as-Shaff ayat 9:
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَرْسَلَ رَسُولَهُۥ بِٱلْهُدَىٰ وَدِينِ ٱلْحَقِّ لِيُظْهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ وَلَوْ كَرِهَ ٱلْمُشْرِكُونَ
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.”
Dengan pertolongan Allah maka para pejuang akan tetap bersabar. Karena janji Allah:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS az-Zumar: 10)
Sebagaimana disebut dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim karya Ibnu Katsir, al-Auza’i menyatakan bahwa pahala mereka tak bisa ditimbang dan tak bisa ditakar. Itulah karena saking banyaknya. Ibnu Juraij menyatakan bahwa pahala mereka tak bisa terhitung (tak terhingga), juga ditambah setelah itu.
Sungguh kemenangan itu amat dekat, semoga para ulama dan seluruh perjuangan Islam selalu sehat dan istiqomah.
Nabi bersabda:
“Sungguh, setelah kalian akan ada masa sabar. Bagi orang-orang yang memegang teguh dien-nya pada masa itu pahala sepadan dengan lima puluh syahid (mati syahid) di antara kalian.(Diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Kabir, Syaikh al-Albani menyatakan hadits ini shahih dalam Shahih al-Jami’ [2234])
Saudaraku, tidak cukupkah kabar gembira yang datang melalui lisan as-Shadiq al-Mashduq ﷺ untuk mempergunakan setiap kesempatan untuk menaati Allah subḥānahu wa taʿālā agar kita beruntung dengan pahala lima puluh mati syahid, dengan keutamaan hijrah kepada al-Habib (Sang Kekasih) ﷺ?
Demi Allah, kabar gembira bagi siapa yang berpegang pada Dien dan keimananannya pada zaman keterasingan ke dua. Mungkin yang dimaksud dengan keterasingan ke dua ini berdasarkan sabda Nabi:
“Islam datang sebagai sesuatu yang asing. Ia akan kembali menjadi asing sebagaimana awalnya.” (HR Muslim)
Hidup itu pilihan. Tinggal kita menentukan sikap, apakah kita berpihak kepada peradaban jahiliyah (dengan sistemnya kapitalisme-sekuler-demokrasi) yang sekarang sedang memimpin peradaban dunia? Atau justru kita menentang peradaban tersebut, dan tetap teguh kepada dienul Islam dengan terus berjuang untuk menegakkan syariat Islam dengan institusi khilafahnya?
Kedua pilihan tersebut punya konsekuensi di dunia maupun di akhirat kelak. Jika menentang sistem jahiliyah, kemungkinan Anda akan dipenjara, diasingkan ke luar negeri atau dihukum mati.
Renungkan syair dari Ibnu Taimiyah:
“Jika aku dipenjara, aku bisa berkhalwat kepada Allah. Jika diasingkan ke luar negeri, aku bisa piknik. Jika dihukum mati, aku mati syahid.”
Artinya bagi beliau itu semua mengandung kebaikan yang ujungnya adalah di akhirat kelak jadi penghuni surga.
Jika berpihak kepada sistem jahiliyah, kemungkinan Anda bisa sampai jadi raja, presiden, perdana menteri dan jabatan-jabatan penting lainnya. Atau Anda sampai jadi konglomerat kelas dunia, tetapi ujung dari perjalanan tersebut di akhirat kelak Anda balasannya adalah neraka.
Jangankan kekal di neraka, sekian detik saja di neraka tidak ada manusia yang kuat. Siksa neraka paling ringan adalah dipakaikan terompah dari api neraka, mendidih otaknya (hadits). Bayangkan siksa yang lebih berat dari itu. A’uzu billah min dzalik.
Semoga tulisan singkat ini bisa menggugah saudara – saudaraku seiman , agar tidak menyesal di akhirat kelak —di mana penyesalan di akhirat tidak ada gunanya.
Wallahu a’lam bi ash-shawaab. []
Sumber: Abu Zaid & Abdurrachman Malik