
Dekolonisasi Terjemah
MUSTANIR.net – Ilmiyah tidak sepenuhnya sama dengan scientific, makna ilmiyah lebih luas dari makna scientific.
Aql tidak sepenuhnya sama dengan ratio, makna aql lebih luas dari makna ratio.
Din tidak sepenuhnya sama dengan religion, makna din lebih dalam dari makna religion.
Iman tidak sepenuhnya sama dengan dogma, makna iman lebih dalam dari dogma.
Salah satu manifestasi beradab dalam berbahasa adalah menyadari bahwa padanan antar istilah bukan berarti persamaan dalam maknanya. Sering kali suatu padanan istilah antar bahasa untuk istilah tertentu hanyalah mendekati makna maupun fungsi dari istilah yang dipadankan, tidak betul-betul mewakili makna secara keseluruhan.
Pemaksaan dalam penyamaan atau penyeragaman makna, apalagi jika telah menimbulkan penyimpangan dan penyempitan makna, adalah salah satu bentuk dari penjajahan pemikiran. Seorang Muslim akan menyimpang dari pemikiran Islam ketika memaknai ilmiyah, aql, din dan iman sebagai scientific, ratio, religion dan dogma.
Makna dari suatu istilah dalam setiap bahasa sangat bergantung pada perkembangan kebudayaan dan worldview sang penutur asal, maka akan menjadi bermasalah jika dilakukan penyeragaman makna kepada suatu istilah yang mirip dari bahasa lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Walter Mignolo, “Problem arise when a concept belonging to one civilization is taken as a point of reference for similar concept in all.”
Apa yang dikatakan oleh Mignolo juga beresonansi dengan ungkapan Talal Asad, yakni “Every translation from one natural language to another —even within one language— is, in ways both trivial and profound, also transformation.”
Karena itu, menjadi mendesak untuk melakukan dekolonisasi pemikiran melalui apa yang disebut Lena Salaymeh sebagai dekolonisasi terjemah (decolonial translation) dengan cara mengembalikan makna istilah-istilah mendasar Islam tersebut sesuai dengan medan semantik atau makna aslinya, kemudian membiasakannya dalam perbincangan sehari-hari. []
Sumbe: Mahardika Putera Emas