Demokrasi Memproduksi Pemimpin yang Lari dari Perannya Sebagai Pelayan Umat…
Demokrasi Memproduksi Pemimpin yang Lari dari Perannya Sebagai Pelayan Umat…
MUSTANIR.COM – Presiden Joko Widodo mengundang Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (22/3/2017). Di penghujung pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan agar persoalan daerah tidak perlu semuanya dibawa ke Istana untuk diselesaikan.
“Tapi juga jangan sampai ke persoalan-persoalan daerah dibawa ke saya, dikit-dikit ke saya, ndak lah,” ujar Presiden Jokowi.
Jokowi menginginkan agar kepala daerah juga ikut bekerja mendengar aspirasi masyarakat dan mencari solusi dari persoalan yang ada.
“Nanti gubernur kerjanya apa, bupati, menteri kerjanya apa. Oh ini ke menteri, ya sudah selesaikan ke menteri, bupati selesaikan ke bupati, tidak semua di saya,” kata Jokowi
Pernyataan Presiden tersebut disampaikan seusai Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi memaparkan bagaimana kondisi masyarakat adat pada umumnya yang masih terjadi kriminalisasi. Bentuk kriminalisasi yang dimaksud Rukka misalnya pembangunan infrastruktur yang sering menyerobot lahan adat. Menanggapi hal itu Presiden Jokowi mengatakan bahwa perlunya komunikasi yang baik antara masyarakat bersama pemerintah daerah, juga pemerintah pusat. Dalam hal komunikasi dengan pemerintah pusat, Jokowi bersedia jika ada forum dialog antar masyarakat adat bersama dirinya dalam kurun waktu 4 atau 6 bulan. (Tribunnews.com 22/3/2017)
Komentar :
Pernyataan tersebut tak seharusnya terlontar dari seorang presiden. Kenapa? Pasalnya sudah merupakan konsekuensi bahwa seorang presiden dipilih oleh rakyat dengan harapan akan mampu menjadi rujukan atas setiap permasalahan yang kemudian dihadapi. Mampu menjadi benteng untuk mereka berlindung. Bukan malah sebaliknya, sengaja melempar kewajiban ketika rakyatnya memang membutuhkan solusi darinya dengan dalih mempertanyakan yang lain nanti kerjanya apa. Ini menunjukkan jika demokrasi lemah dalam riayah (mengurusi urusan ummat).
Sistem demokrasi dengan segala nilai-nilainya yang dianggap baik bagi para pengikutnya, digencarkan sebagai pemerintahan yang kedaulatannya ada di tangan rakyat. Padahal sejak awal kelahirannya, kedaulatan dalam demokrasi ada di tangan segilintir rakyat (bukan di tangan rakyat secara keseluruhan), yakni di tangan para pemilik modal alias para konglomerat.
Dalam Islam, pemerintah adalah pihak yang ditugasi untuk memelihara semua urusan dan kemaslahatan rakyat. Rasul SAW bersabda :
“Pemimpin adalah pihak yang berkewajiban memelihara urusan masyarakat dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR Muslim)
Pemimpin Muslim yang menerapkan syariat Islam, bukan hanya melindungi warga negara yang Muslim tapi juga non-Muslim, mereka tetap memiliki hak politik mengajukan gugatan apabila negara mengabaikan hak-hak mereka. Sebagai contoh bisa kita tengok bagaimana sikap Khalifah Umar bin Khattab ketika menyelesaikan permasalahan seorang Yahudi dengan Gubernur Mesir saat itu, yakni Amr bin Ash. Dalam buku “Kisah Keadilan Para Pemimpin Islam” tulisan Nasiruddin dikatakan, suatu ketika Amr bin Ash berpikir hendak menggusur sebuah gubuk reyot milik seorang Yahudi dan menggantinya dengan bangunan masjid Agung. Tidak terima atas perlakuan Amr bin Ash, Yahudi tersebut lantas pergi ke Madinah untuk mengadukan permasalahannya kepada Khalifah Umar bin Khattab. Di Madinah, dia disambut dengan baik layaknya seorang tamu dan sebagai jawaban atas permasalahannya Khalifah Umar bin Khattab menitipkan sebuah tulang busuk yang telah digores dengan pedang untuk kemudian diberikan kepada gubernur Mesir. Amr bin Ash yang menerima tulang busuk itu seketika menggigil dan memerintahkan para pejabatnya untuk menghentikan pembangunan dan merobohkan kembali masjid. Yahudi yang terheran-heran, kemudian bertanya kepada Amr bin Ash untuk menjelaskan maksud dari tulang busuk tersebut sebelum masjid dirobohkan.
“Tulang itu berisi ancaman Khalifah, yakni Amr bin Ash ingatlah kamu, siapapun kamu dan setinggi apapun jabatanmu, suatu saat nanti kamu akan menjadi tulang yang busuk. Karena itu bertindak adillah kamu seperti huruf Alif yang tegak lurus, adil di atas dan adil di bawah. Sebab jika tidak, ku tebas batang lehermu,” kata Amr bin Ash. Segera seorang Yahudi tertunduk haru, ia kagum akan sikap kepemimpinan Khalifah Umar dan keadilannya yang tidak pandang bulu sehingga ia pun ikhlas menginfakkan tanahnya untuk dibangun masjid dan kemudian memeluk Islam.
Sudah sepantasnya pemimpin itu berada di depan, menjadi contoh, serta melindungi. Karena pemimpin akan bertanggung jawab paling besar terhadap apa yang dia pimpin. Dan pemimpin yang menerapkan hukum Allah, mencari ridha Allah lewat kekuasaan yang didapatkannya, inilah pemimpin yang kita rindukan. [*]
*Binti Istiqomah (analis di Muslimah Voice)