MUSTANIR.netKenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) secara serempak di berbagai perguruan tinggi di Indonesia telah memicu protes dari elemen mahasiswa. Sejumlah demo mahasiswa yang memprotes kenaikan UKT pun digelar di beberapa wilayah di seluruh Indonesia.

Kenaikan UKT tidak lagi terkategori tinggi tapi sudah dalam klasifikasi memeras. Pasalnya, sampai ada kampus berbadan hukum menaikkan UKT hingga menyentuh Rp 164 juta dan Rp 200 juta.

Suatu keadaan ironi yang semestinya memantik simpati bahkan empati kepada mahasiswa, malah ada yang menanggapinya secara sinis. Kenaikan ini sampai dianggap sebagai karma dan kutukan kepada mahasiswa, karena selama ini dianggap bungkam terhadap berbagai kezaliman rezim Jokowi kepada rakyat.

“Rasain lu mahasiswa, lu baru tahu rezim ini zalim. Selama ini, lu kemana aja? Kenapa lu hanya demo soal UKT? Saat rezim Jokowi berulang kali zalim, lu bungkam. Sekarang, lu kena karma. Rasain!”

Semua huru-hara di bidang pendidikan ini tidak lepas dari kesalahan perspektif ideologi kapitalisme sekuler yang diterapkan di negeri ini, yang memandang segala persoalan dari kaca mata materi. Sehingga pendidikan dipandang sebagai sektor jasa yang bisa dikomersialisasi untuk tujuan keuntungan materi.

Akhirnya pendidikan (hingga pendidikan tinggi) yang merupakan hajat asasi (basic need), yang menjadi hak rakyat dan menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara, berubah menjadi komoditi yang bersifat sekunder bahkan tersier, dan diserahkan pemenuhannya pada mekanisme pasar. Akhirnya pengelolaan pendidikan tinggi oleh negara (Perguruan Tinggi Negeri) mengikuti pola pengelolaan swasta, yang menjadikan pendidikan sebagai komoditi untuk mendapatkan keuntungan materi.

Negara juga memandang pendidikan bukan lagi sebagai investasi bagi masa depan bangsa, yang berapa pun biayanya akan ditanggung dan dipenuhi. Negara memandang pendidikan an sich sebagai beban (cost/bea), sehingga negara berusaha melimpahkan beban pendidikan itu kepada rakyat dengan mekanisme komersialisasi pendidikan, di mana hanya rakyat yang mampu menanggung bea pendidikan yang boleh mendapatkan akses pendidikan.

Jadi, sebenarnya ini kesalahan negara, kesalahan presiden, kesalahan kementerian pendidikan, kesalahan DPR. Mereka inilah yang membuat sulit akses pendidikan, dengan mengomersialiasi pendidikan. Jangan melimpahkan kesalahan dan kemarahan pada mahasiswa.

Corak mahasiswa yang hedonis dan permisif, hanya mengejar gelar untuk tujuan modal mencari kerja, juga akibat sistem pendidikan yang materialistis. Lagi-lagi fenomena mahasiswa yang tidak peduli pada masalah sosial dan politik, hanya asyik ngampus dan tak lagi kritis, juga dampak dari orientasi pendidikan yang materialistis. Itu semua juga akibat kebijakan pemerintah.

Jadi, saat ini waktunya kita membersamai mahasiswa. Bukan membiarkan mahasiswa sendirian menghadapi persoalannya, apalagi ikut bersorak sorai atas nestapa yang dialami mahasiswa. Derita mahasiswa adalah derita orang tua mereka, derita rakyat.

Rezim ini memang pandai mengadu domba, memecah belah. Dengan kebijakan UKT ini, mahasiswa disibukkan dengan urusan domestik kampusnya, tak sempat lagi berpikir tentang kesulitan yang menimpa rakyatnya.

Akhirnya dengan bijak penulis menghimbau agar segenap elemen anak bangsa ikut prihatin dan berempati pada nasib yang dialami oleh mahasiswa, turut menyuarakan dan memperjuangkan nasib mereka. Kepada mahasiswa, ini juga waktunya untuk bersinergi dengan elemen masyarakat lainnya, untuk melawan seluruh kebijakan rezim yang zalim, yang bukan hanya menimpa mahasiswa tetapi menimpa seluruh rakyat.

Penulis mengajak segenap elemen anak bangsa, bukan hanya melawan kezaliman penguasa, tetapi juga melawan penerapan sistem kapitalisme sekuler yang menyengsarakan ini, dengan perjuangan penerapan syariat Islam yang adil. Hanya syariah Islam yang memastikan pendidikan adalah hak dasar setiap rakyat, dan menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara.

Pendidikan bukan kebutuhan sekunder atau tersier. Pendidikan adalah kewajiban bagi seluruh elemen rakyat dari sejak buaian ayunan hingga liang lahat. []

Sumber: AK Channel

About Author

Categories