Mahalnya UKT, Konsekuensi Penerapan Demokrasi

MUSTANIR.netMahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) belakangan menjadi topik perbincangan di tengah masyarakat.

UKT yang kian hari kian melejit, diprotes banyak mahasiswa PTN. Protes mengenai UKT mahal ini pun diperkeruh dengan respons dari pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie mengatakan, kuliah atau pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier. Oleh sebab itu, pemerintah tidak memprioritaskan pendanaan bagi perguruan tinggi.

Hal ini pun ditanggapi oleh jurnalis Joko Presetyo sebagai konsekuensi penerapan demokrasi.

“Itu konsekuensi ketika negeri mayoritas berpenduduk muslim ini keukeuh ingin menerapkan demokrasi, sistem pemerintahan jebakan kafir penjajah yang melegalkan manusia membuat hukum yang bertentangan dengan ajaran Islam dan merugikan rakyat banyak,” tuturnya kepada M News, Ahad (19-5-2024).

Kalau dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah-red.), lanjutnya, biaya kuliah bukan saja murah, bahkan gratis.

“Ini karena tambang yang hasilnya berlimpah menurut ajaran Islam itu merupakan kepemilikan umum (milkiyyah ammah) wajib dikelola negara yang hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat yang salah satunya untuk biaya pembangunan infrastruktur dan biaya operasional pendidikan,” jelasnya.

Sedangkan dalam sistem demokrasi, bandingnya, pengelolaan tambang malah diserahkan kepada swasta (oligarki dan oknum pejabat pemerintahan-red.), bahkan asing, seperti Amerika Serikat, Cina, dll..

“Inilah mengapa dalam negara demokrasi, biaya kuliah jadi sangat mahal!” tukasnya.

Jurnalis yang biasa dipanggil Om Joy ini menerangkan, biaya demokrasi itu sangat mahal apabila tidak punya uang sendiri untuk jadi calon penguasa ataupun wakil rakyat, maka akan menggunakan uang dari oligarki dan asing. “Akibatnya, tidak aneh banyak lahir undang-undang yang menguntungkan oligarki dan asing, meskipun sangat merugikan rakyat banyak,” paparnya.

Bersepakat

Terlepas dari itu, ucapnya, yang sudah pasti rezim negara demokrasi dan wakil rakyat yang sejatinya tidak mewakili rakyat itu bersepakat membuat undang-undang untuk melegalkan kampus memungut duit dari mahasiswanya guna membiaya pendidikan di kampus. “Kalau kampus swasta sih masih kebayang ya, tetapi ini malah kampus negeri!” ujarnya heran.

Ia mempertanyakan, APBN 20% untuk pendidikan itu dikemanakan? “Beneran enggak cukup untuk biaya pendidikan sehingga kampus negeri harus memungut duit UKT sampai ratusan juta kepada mahasiswanya?” tanyanya.

Om Joy tidak menampik bahwa biaya pendidikan memang mahal, tetapi bedanya di negara Islam Khilafah dan negara demokrasi itu dari sisi pihak yang harus membayarnya.

“Dalam negara demokrasi, yang harus membayarnya adalah rakyat, baik secara langsung dengan membayar uang kuliah yang begitu mahal, yang disebut UKT, maupun dari rakyat secara tidak langsung dengan membayar pajak barang dan jasa,” ulasnya.

Sedangkan dalam negara Islam Khilafah, bandingnya, biaya pendidikan bukan diambil dari itu semua, tetapi dari milkiyyah ammah dan pos pendapatan negara lainnya yang sudah barang tentu bukan dari pajak barang dan jasa karena itu haram hukumnya.

“Jadi, rakyat sama sekali tidak dibebani untuk membiaya pendidikan. Namun, Islam juga memberikan kesempatan bagi rakyat yang muslim untuk berkontribusi harta di dunia pendidikan, tapi sifatnya hanya sunah, tidak sampai wajib. Kontribusi itu disebut wakaf dan sedekah,” urainya.

Oleh karena itu, ia mempertanyakan, “Apakah kaum muslim tidak menyadari masalah ini? Masih juga mau memusuhi agamanya sendiri dengan menyatakan penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan Khilafah itu sebagai masalah?” tanyanya lugas.

Ia mengajak kaum muslim untuk berpikir jernih. “Selain tuntutan keimanan, menegakkan Khilafah itu merupakan fardu kifayah, penegakannya juga merupakan solusi praktis atas berbagai masalah kehidupan saat ini, termasuk dalam pembiayaan dunia pendidikan,” pungkasnya. []

Sumber: M News

About Author

Categories