
Enforcement Supervisor
MUSTANIR.net – Mustahil demokrasi ataupun hal-hal.lain yang disebut ‘demokratis’ tercapai.
Karena, tidak ada enforcement-nya. Karena, hak monopoli enforcement dengan senjata/kekerasan terletak hanya pada penguasa, bukan rakyatnya. Pantas saja tendensinya menjadi “rakyat cuma dibutuhkan saat pemungutan suara, sisanya penguasa terpilih berbuat suka-suka”, dan selalu berakhir demikian.
Itulah juga kenapa ‘pekan raya Prancis’ dari abad ke-19 tak bisa direplikasi di zaman ini, senjata untuk enforcement-nya terlalu timpang, sehingga garpu tani dalam jumlah besar pun takkan mampu menyaingi machine gun dalam jumlah yang sedikit saja, apalagi banyak, apalagi disertai pasukan-pasukan tank dan jet tempur.
Max Weber mendefinisikan negara sebagai organisasi politik dengan pemerintahan terpusat yang memegang monopoli atas penggunaan kekuatan yang sah di wilayah tertentu. Ini berarti negara adalah entitas utama yang berwenang menggunakan kekerasan untuk menegakkan hukum dan menjaga ketertiban, sementara kelompok atau individu lain dilarang melakukannya.
Tapi menyerahkan hak senjata ke rakyat sebagaimana di Amerika sana pun bukan solusi, chaos hanya akan makin menjadi-jadi. Penguasa tetap harus memiliki monopoli hak akan senjata, namun harus ada yang ‘overseeing’ penguasa dalam keadaan mereka memonopoli hak senjata tersebut, yaitu Tuhan.
Dan bagaimana agar Tuhan menjadi ‘supervisor’ terhadap penguasa, tanpa penguasanya berubah jadi ‘teokrasi’ yaitu penguasa mengklaim sebagai wakil Tuhan dan merasa ‘maha benar’ sehingga bisa berbuat semena-mena sebagaimana feodalis dulu? Adalah pemberlakuan syariat Islam secara kaffah, karena hanya Islam yang lengkap mengatur butir-butir dan kaidah perhukuman dengan baku dan jelas. Tiada Tuhan selain Allah.
Tanpa syariat, penguasa yang mengaku muslim dijamin akan khianat. Karena kepada Allah saja sudah khianat, apalagi kepada rakyat dan umat? Namun memilih pemimpin selain Islam pun sumber celaka, mereka mungkin bisa baik ke sesama mereka tapi tidak kepada umat Islam, karena tidak ada butir-butir baku dalam syariat agama mereka sendiri untuk memperlakukan agama lain, berikut jaminan enforcement-nya pula.
Jadi, pemimpin muslim memang wajib, tapi wajib pula disertai penerapan syariat Islam secara kaffah, agar syariat Allah yang berdaulat, bukan parlemen, bukan pula korporasi/oligarki yang mudah menguasai parlemen tersebut.
Maka, demokrasi bukan solusi, niscaya hanya akan berakhir jadi ilusi. Feodalisme dan teokrasi pun bukan solusi. Kedaulatan syariatlah solusinya. []
Sumber: Jiro Horikoshi