Beda antara Futuhat dan Penjajahan

MUSTANIR.net – Futuhat dengan invasi itu berbeda dari segi filosofis, istilah, maupun dampaknya.

Buku-buku Islam senantiasa memakai istilah futuhat yang kalau diterjemahkan artinya pembebasan atau pembukaan. Sedangkan penjajahan maupun invasi lebih identik aksi militer terhadap suatu wilayah dengan kekerasan.

Lalu memang futuhat tidak ada kekerasan?

Perlu dipahami, perang itu beririsan dengan futuhat namun tidak selalu futuhat itu beresensi dengan kekerasan. Futuhat dilakukan dengan serangkaian aturan ketat, sesuai syariat seperti dilarang merusak pohon, membunuh wanita, anak-anak, dan pendeta, dll.

Istilah futuhat pertama kali digunakan dalam Perjanjian Hudaibiyyah yang itu tidak ada sama sekali kekerasan, dan peristiwa paling fenomenal dalam sejarah Islam itu dinamakan Fathul Makkah, di mana 10.000 tentara kaum Muslimin memasuki Makkah dengan damai nyaris tanpa kekerasan.

Nabi Muhammad bisa saja saat itu menghabisi semua orang Makkah yang waktu itu kondisinya lagi lemah, tapi Nabi ﷺ tidak seperti Jenghis Khan. Padahal 10 tahun lalu Nabi ﷺ diusir dari tanah kelahirannya dan pengikutnya, disiksa.

Kebaikan inilah yang membuat orang-orang Makkah tergerak hatinya dan menyerahkan jiwanya kepada Islam. Usai wafatnya Nabi Muhammad, alih-alih orang-orang Makkah murtad, justru mereka melanjutkan dan menyebarkannya ke seluruh dunia.

Motif futuhat tentu berbeda dengan motif Invasi. Futuhat dilandasi jihad dan dakwah menyebarkan cahaya Islam ke seluruh wilayah. Sedangkan invasi lebih cenderung kapitalis, memperkaya pusat kekuasaan dengan menghisap sumber daya alam wilayah yang terjajah.

Anda bisa melihat bagaimana ketika khilafah membebaskan Andalusia, Spanyol. Lalu kemudian, apakah harta-harta dan sumber daya orang Spanyol dirampas diambil untuk dikirim ke pusat kota khilafah yang saat itu di Baghdad?

Jelas tidak.

Harta-harta masyarakat dari jizyah (pajak non muslim) maupun zakat diolah dan diberdayakan untuk kepentingan negeri Andalusia sendiri. Sampai-sampai Andalusia menjadi peradaban gemilang dengan ilmu pengetahuannya.

Beda dengan penjajahan, emas, cengkeh, dan rempah-rempah Asia justru digunakan untuk memperindah pusat kota Inggris dan Belanda. Sedangkan negeri Asia dan Afrika yang saat itu dijajah justru mengalami kehancuran dan mewariskan kemiskinan pada wilayah yang dijajah.

Ideologi kapitalis, penjajahan, cenderung ekspolitatif, dan tidak ada yang mengingkari ini. Bisa dipastikan negara-negara penjajah tentu lebih kaya dan makmur dibanding wilayah yang terjajah.

Negeri-negeri yang di-futuhat oleh wilayah Islam, diberikan kekuasaan orang-orang lokal untuk memimpin wilayah secara bebas dengan standar hukum Allah. Berbeda dengan penjajahan yang membatasi kekuasaan raja-raja lokal. Lord Dartmouth, misalnya, Menteri Kolonial Kerajaan Inggris, “Kami tidak akan pernah membiarkan wilayah-wilayah koloni tersebut merintangi sebuah aktivitas perdagangan yang bermanfaat bagi bangsa (Inggris).”

Tidak heran bila St. Sofronius, Uskup Agung Kristen melepaskan diri dari Romawi dan justru memilih dipimpin oleh khilafah. Dia mengundang Umar bin Khattab dan menyerahkan kunci Palestina secara damai. Futuhat Spanyol juga bukan berupa peperangan antara Muslim dan Kristen, tapi antara Muslim dan rakyat Kristen Moor yang terzalimi bahu membahu melawan tirani raja Kristen. Umat Kristen di Spanyol justru mengundang orang Muslim untuk menaklukan wilayahnya karena pajak yang tinggi dan kezaliman-kezaliman penguasa.

Sebelum Konstantinopel ditaklukan, Gereja Katolik berjanji akan melindungi Konstantinopel dari serangan Islam dengan syarat kalau umat Kristen Ortodoks mau satu gereja dan dipaksa mengikuti ritual keagamaan Katolik. Makanya muncul ungkapan dari pendeta mereka, “Lebih baik melihat surban Turki daripada topi Romawi.”

Bebasnya Konstantinopel oleh Turki Utsmani justru disambut baik oleh umat Kristen Ortodoks, karena mereka bisa beribadah bebas kembali. Futuhat tidak hanya membebaskan belenggu mereka dari raja-raja zalim yang berkuasa tetapi juga membebaskan jiwa mereka akan iman dan Islam.

Ulama Islam, al-Baladzuri (892 M) menulis kitab Futuhat Buldan, yang menuliskan betapa gemilangnya peradaban Islam selama 100 tahun berhasil menaklukan dari Asia hingga ke Eropa. []

Sumber: Ngopidiyyah

About Author

Categories