Hadits Tentang Berkawan Dengan Orang Shalih

teman-sholeh

Hadits Tentang Berkawan Dengan Orang Shalih

Hadits dari Abi Musa al-’Asy’ari -radhiyallaahu ‘anhu-, bahwa Nabi -shallallaahu ‘alayhi wa sallam- bersabda:
«إِنَّمَا مَثلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَجَلِيسِ السُّوءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ، وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ: إمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ ريحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الكِيرِ: إمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا مُنْتِنَةً»
 
“Sesungguhnya perumpamaan berkawan dengan orang shalih dan berkawan dengan orang yang jahat seperti seorang penjual minyak wangi (misk) dan seorang peniup dapur tukang besi. Penjual minyak wangi, ia mungkin akan memberi kepadamu, atau engkau akan membeli darinya atau engkau akan mendapatkan aroma harum darinya. Tetapi peniup dapur tukang besi, mungkin ia akan membakar pakaianmu atau engkau akan mencium bau tidak sedap.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)[1]
Hadits ini mengajarkan metode pendidikan yang penting yakni dengan perumpamaan, dimana Imam Abu Sa’id al-Khadimi al-Hanafi (w. 1156 H) menyatakan bahwa dalam hadits ini terdapat perumpamaan bagi petunjuk, hidayah, dan ketakwaan hingga menjadi syafa’at di akhirat dengan bermajelis dengan orang-orang yang shalih, mencintai mereka, dan simpati terhadap mereka, sebaliknya bagi orang yang buruk, bisa jadi menimpakan keburukan hingga membakar agama, kebaikan dengan api kemaksiatan, jika tidak seperti itu, bisa jadi menimpakan kerugian berupa keburukan akibat kejahilan, sifat keji dan kefasikannya.[2]
Imam al-Khadimi al-Hanafi pun menegaskan bahwa secara keseluruhan, hadits ini mengandung larangan terhadap majelis orang yang majelisnya hanya merusak agama dan dunia dan dorongan kuat untuk mencintai majelis orang yang mengandung manfaat bagi agama dan dunia.[3] [Irfan Abu Naveed] 
Catatan Kaki:
[1] HR. Al-Bukhari dalam Shahîh-nya (VII/125, hadits 5534), dan Muslim dalam Shahiih-nya (VIII/37, hadits 2628).
[2] Muhammad Abu Sa’id al-Khadimi al-Hanafi, Barîqah Mahmûdiyyah fî Syarh Tharîqah Muhammadiyyah Nabawiyyah fî Sîrah Ahmadiyyah, juz IV, hlm. 163.
[3] Ibid

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories