Hijab, Syar’i atau Stylish?
Hijab, Syar’i atau Stylish?
Oleh Aisyafra
“Maka segala sesuatu yang membawa wanita kepada perbuatan tabarruj, nampak (perhiasan) nya, dan tampil bedanya seorang wanita dari para wanita lain dalam hal mempercantik (diri), maka ini diharamkan bagi wanita.” (Majmu’atul as-ilatin Tahummul ‘Usratal-Muslimah, hal. 10)
Berhijab, adalah perintah Allah yang mutlak wajib diimani oleh setiap muslimah. Bagi setiap wanita yang mengikrarkan diri sebagai muslimah, maka tidak ada keraguan sedikitpun akan wajibnya menutup aurat dengan hijab. Berhijab adalah sebuah bentuk ketundukan, kepasrahan dan ketaatan kepada Allah. Karena Allah yang menciptakan kitalah.. yang menyuruh kita untuk berhijab.
Alhamdulillaah seiring perkembangan zaman, maka jilbab makin semarak dan populer di kalangan masyarakat. Zaman saya bersekolah dulu, masih sedikit yang berjilbab. Dan itupun kadang agak dipersulit. Baik bagi para pelajar dan pencari kerja, ruang gerak mereka tidaklah sebebas sekarang. Jilbab masih dipandang sesuatu yang asing, aneh, ekstrem bahkan kampungan.
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing itu.” (HR. Muslim no. 208)
Tapi, seiring dengan banyaknya wanita yang menutup rambutnya dengan jilbab, makin bergeser juga arti ke-syar’i-an sebuah jilbab. Jika dulu saya memandang jilbab panjang senior-senior saya di sekolah dengan penuh kekaguman, kini fenomena jilbab panjang dan lebar di sekolah, kampus dan jalan-jalan itu mulai sepi. Berganti dengan jilbab berbagai model dengan corak dan warna yang jauh dari kriteria syar’i.
Sungguh saya sedih melihatnya. Saya rindu akan sosok-sosok wanita berhijab lebar yang dahulu kala ibaratnya seperti mencari jarum di tumpukan jerami, amat jarang ditemukan. Yang dengan sempurnanya hijab itu mereka lebih dihargai dan dipandang dengan penuh penghormatan sebagai seorang muslimah. Yang mendekati mereka pun bukan sembarang orang. Ya, di mata saya kala itu.. nilai mereka sebagai seorang wanita begitu mahal dan berharga..
Pakaian longgar nan elegan yang dulu banyak dikenakan bahkan diperjuangkan dalam berbagai kegiatan di sekolah, kini berganti dengan pakaian yang katanya busana muslim tapi serba ketat dan minimalis. Jilbab panjang mereka pangkas, makin pendek, serba lilit dan membentuk sanggul. Menggantinya dengan topi dibalut scarf, bahkan sampai lehernya juga kelihatan saking transparannya. Plus atasan atau blus lengan panjang ketat, dipadu dengan celana panjang yang juga tak kalah ketat. Tak lupa riasan wajah untuk mempercantik penampilan. Semua atas nama fashion. Semua dengan alasan keindahan.
Bahkan untuk lebih ‘memperkenalkan’ jilbab pada khalayak, dibuatlah berbagai kontes bertemakan hijab modern yang menawarkan konsep lebih cantik, tidak monoton dan penuh warna warni. Atau fashion show muslimah yang kontestannya berlenggak lenggok di atas catwalk memperkenalkan trend terbaru hijab masa kini.. Di depan puluhan pasang mata, baik laki-laki maupun perempuan. Lagi-lagi mengatasnamakan da’wah kepada hijab, agar tak terkesan kumuh dan kampungan.
“Berjilbab tapi tetap cantik dan menarik”. Itu slogan mereka.
Itukah hijab yang sesungguhnya? Padahal jika mereka paham, fungsi hijab itu menutupi keindahan, bukan malah menonjolkan. Karena keindahan itu.. adalah diri dan pesona wanita itu sendiri yang sejatinya wajib untuk ditutupi. Padahal, esensi hijab itu.. bukan hanya sekedar selembar kain penutup kepala dan kulit. Dalam hijab, ada syarat-syarat yang wajib dipenuhi, yang kali ini saya tidak bermaksud membahasnya karena pernah saya tulisdisini.
“Sisters.. Hijab is hijab. Fashion is fashion. And hijab is not fashion. There’s no relation between syar’i and stylish.”
Saudariku.. sesungguhnya hijab syar’i itu..
1. Sederhana, praktis dan mudah digunakan
Salah satu keuntungan dari mengenakan hijab syar’i adalah karena kemudahan dan kepraktisannya. Menyiapkan diri dengan satu stel jubah lengkap dengan jilbabnya paling lama 15 menit sudah selesai. Tidak makan waktu lama, tinggal pakai jubahnya, jangan lupa ciput atau dalaman untuk jilbab, langsung pasang jilbab dan tadaaa..! Selesai. Simpel kan? Nggak mesti repot sama lusinan jarum pentul, tutorial yang super ribet atau bongkar sana sini plus berlama-lama mix and match di depan cermin.
Apalagi bagi ibu-ibu seperti saya yang urusannya kalau mau pergi nggak cuma ngurus diri sendiri. Ada urusan anak-anak dan suami yang juga mesti disiapkan. Nah kebayang kan riweuhnya kalau mesti pake jilbab yang juga super riweuh? :))
2. Bisa langsung dipakai shalat
Alhamdulillaah, betapa Allah bermaksud memudahkan muslimah dengan perintah berhijab. Dengan hijab yang memenuhi kriteria syari’at, maka kita tak perlu repot mencari mukena ketika tengah safar atau bepergian. Karena sesungguhnya, aurat wanita itu di dalam dan di luar shalat, adalah sama. Sama-sama harus menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Dengan sepasang jubah longgar dan jilbab panjang plus kaus kaki, (yang tentunya suci dari najis ya..) kita sudah bisa melaksanakan shalat. Bandingkan dengan mereka yang tidak menutup aurat, atau menutup aurat tapi tidak sempurna. Jadi, tidak perlu lagi membawa mukena di tas atau antri mukena di masjid ketika akan shalat.
3. Murah dan terjangkau
Satu stel jubah dan jilbab model sederhana bila dibandingkan dengan jilbab gaul yang serba berpotongan semisal blus, rok dan segala aksesorisnya yang serba beragam tentu akan jauh berbeda harganya. Walau ada juga jubah dan jilbab yang harganya mencapai ratusan ribu bahkan jutaan. Tapi rata-rata harga sepasang jubah dan jilbab syar’i di pasaran amatlah terjangkau. Apalagi kalau bisa bikin dan jahit sendiri, wah dobel deh keuntungannya. Bagi saya pribadi, hijab itu tidak harus yang mahal, kualitas impor atau yang serba ‘wah’ . Asal enak dipakai, nyaman dan yang paling penting… memenuhi fungsi busana yang syar’i 🙂
4. Sesuai dengan segala usia dan bentuk tubuh
Setiap kali saya menjumpai wanita yang berbusana syar’i, berapapun usia mereka, seperti apapun bentuk tubuh mereka.. rasanya selalu pantas-pantas saja dipandang mata. Baik yang masih muda belia bahkan yang sudah sepuh sekalipun, di mata saya mereka selalu terlihat pantas dan cocok menggunakannya. Pun begitu dengan jilbab dan jubah yang lebar.. mau gemuk atau kurus tetap saja tersembunyi dibalik kain yang menutup rapat tubuh mereka. Betapa Islam memuliakan wanita dengan tidak menjadikannya objek pemuas mata kaum pria. Memberikan mereka kebebasan untuk tidak hanya dinilai dari sekadar fisik.
Teringat peristiwa beberapa hari yang lalu ketika akan berangkat menuju Daurah Muslimah di Cijantung, saya yang waktu itu di atas motor berpapasan dengan seorang ibu lanjut usia yang mungkin sebaya dengan ibu saya. Beliau mengenakan busana yang sedang trend ala Hijabers yang sungguh menurut saya agak memaksakan diri dengan usianya yang tak lagi muda. Benar-benar nggak cocok. Bukan hanya karena style seperti itu tidak syar’i, tapi juga karena tidak nyaman dipandang mata. Duh, kalau kenal dekat udah saya bilangin deh.. Hehe.
5. Up to date di segala zaman
Apapun zamannya, musimnya, tahunnya.. busana muslimah syar’i tak pernah berubah dari masa ke masa. Ia tak lekang oleh waktu. Jadi tak perlu kita menyesuaikan diri dengan perkembangan mode yang tak pernah ada habisnya, menganggarkan dana lebih untuk selalu tampil trendy dan up to date, menjadi budak fashion yang sejatinya merendahkan kedudukan mereka sebagai wanita yang bebas merdeka dari aturan manusia. Deep down inside, ask yourself.. be true to your heart. What is your purpose to dress, muslimah? To serve and please Allah only, your creator.. Or to please human?
من لبس ثوب شهرة في الدنيا ألبسه الله ثوب مذلة يوم القيامة ثم ألهب فيه نارا
”Barang siapa mengenakan pakaian syuhroh (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.”(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dengan sanad hasan)
Jika kita selalu memikirkan dan terpengaruh pada pendapat orang kapan kita bisa tenang dan beristirahat? Kapan selesainya? Bukankah pendapat manusia itu hanya relatif semata? Tapi pandangan di mata Allah itu pasti, abadi dan merupakan standar kebenaran sejati.
6. Membantu lawan jenis untuk menundukkan pandangannya
Dengan berhijab syar’i yang tidak lagi menampakkan kecantikannya, maka seorang wanita telah membantu lawan jenisnya untuk menjaga pandangannya. Betapa tidak? Coba bayangkan, bagaimana jika seorang pria berpapasan dengan wanita yang berpakaian serba ‘ala qadarihi alias ala kadarnya? Atau wanita berjilbab yang berhias, baik dengan pakaiannnya atau riasan make up yang mencolok mata. Secara naluriah, ia akan memandang lekat pada wanita tersebut. Dan ini adalah fitrah manusia yang memang menyukai keindahan. Namun jika ia laki-laki bertaqwa, ia akan berusaha menundukkan dan menahan pandangannya.. atau lekas berpaling ke arah lain bila terlanjur melihatnya.
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu aurat, maka bila ia keluar rumah, setan terus memandanginya (untuk menghias-hiasinya dalam pandangan lelaki sehingga terjadilah fitnah).”(Dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih At-Tirmidzi, Al-Misykat no. 3109, dan Al-Irwa’ no. 273. Dishahihkan pula oleh Al-Imam Muqbil ibnu Hadi Al-Wadi’i t dalam Ash-Shahihul Musnad, 2/36)
Asal cinta dan ketertarikan bermula dari pandangan mata. Sebuah perbuatan zina tidaklah langsung dilakukan tanpa langkah-langkah awal yang kemudian menggiringnya menuju bentuk zina yang lebih besar. Ada banyak pintu menuju zina. Dan pandangan adalah salah satu diantaranya. Dengan menutup rapat peluang untuk itu, maka para wanita telah ikut andil dalam mencegah kemungkaran dan kemudharatan yang mungkin menimpa dirinya sendiri.
7. Mendatangkan keridhaan Allah Ta’ala
Ketika seorang wanita muslimah mendengar ayat tentang hijab, lalu memutuskan berhijab, maka sesungguhnya ia telah melaksanakan satu ketaatan kepada Allah. Tapi cukupkah hanya sampai disitu? Jika keridhaan-Nya saja yang ia cari, maka ia akan berusaha menyempurnakan perintah-Nya.. Berhijab sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya, bukan apa yang dikehendaki manusia. Lillaahi Ta’ala. Dengan berhijab sesuai syari’at, maka seorang wanita telah berusaha membuat penciptanya ridha kepadanya.
Syaikh Nashiruddin al Albani dalam bukunya yang amat terkenal yaitu Jilbab Mar’atil Muslimah halaman 131 berkata..
“Karena tujuan dari memakai jilbab adalah supaya tidak timbul fitnah, yang (demikian) ini hanya dapat terwujud dengan memakai jilbab yang longgar dan tidak ketat. Adapun jilbab (pakaian) yang ketat, meskipun menutupi kulit maka akan tetap membentuk postur tubuh wanita dan menggambarkannya pada pandangan mata laki-laki. Ini jelas akan menimbulkan kerusakan (fitnah) dan merupakan pemicunya. Oleh karena itu (seorang wanita) wajib (mengenakan) jilbab yang longgar.”
Saudariku.. sesungguhnya hijab syar’i itu mengangkat derajat kita, para wanita. Kita bukan barang dagangan yang bebas dipandang bahkan dipegang siapa saja. Wanita bagaikan mutiara cantik yang tersimpan baik di dalam cangkang, yang tidak sembarang tangan bisa mengambilnya. Dan kecantikan kita, bukanlah pada pakaian, riasan dan hiasan. Tapi kecantikan kita terletak pada keimanan, ketakwaan, akhlak dan rasa malu yang terpancar dari pakaian yang kita kenakan.
Saudariku.. Ketika banyak wanita sebelum mereka keluar rumah, melihat ke dalam cermin untuk memastikan tampil cantik dan menarik di mata lelaki.. seorang wanita shalihah melihat ke dalam cermin untuk sesuatu yang berbeda. Ia bercermin untuk memastikan ia berpakaian secara pantas menurut syari’at, memastikan bahwa Allah ridha terhadapnya, memastikan bahwa segala keindahan itu telah tertutup rapat. Maka ketika ia ia keluar dan berhijab sempurna, hanya untuk mencari ridha-Nya.. then she’s beautiful. Dan itulah kecantikan yang sejati dan sesungguhnya..
Barakallaahu fiyk 🙂