Ibu Ibu Muslimah Adakan Kongres Ibu Nusantara
Ibu Ibu Muslimah Adakan Kongres Ibu Nusantara
Mustanir.com – Sungguh, kapitalisme adalah ideologi rakus dan menyengsarakan! Demi aliran dollar untuk konglomerasi multinasional, tak segan-segan mereka menghisap keringat dan darah tenaga-tenaga kerja murah di seluruh dunia, terutama di negeri-negeri berkembang. Tak jarang, korban mereka adalah para ibu yang terpaksa bekerja akibat sistem yang tidak mensejahterakan.
Dari 243,7 juta penduduk Indonesia, sekitar 36 persen adalah buruh perempuan (Data Sakernas 2011). Bagi korporasi asing, Indonesia adalah ‘surga’ untuk berinvestasi. Salah satu alasannya karena mereka bisa mendapatkan tenaga kerja yang murah dalam jumlah besar. Fatalnya, mereka lebih memilih buruhperempuan dengan pertimbangan lebih mudah diandalkan dan dikendalikan, sebagai kata lain dari eksploitasi.
Tak hanya di dalam negeri. Setiap bulan tak kurang 80.000 TKI dikirim ke berbagai negara dan sekitar 80% di antaranya adalah perempuan. Kisah kehidupan buruh migran di rantau orang seringkali sarat kegetiran. Laporan Amnesty International (22/11/2013) menunjukkan ribuan buruh migran perempuanIndonesia di Hongkong diperbudak dan dieksploitasi. Kisah itu melengkapi derita TKW lain yang mengalami pelecehan fisik, mental, maupun seksual. Padahal, tak sedikit di antara mereka adalah ibu, yang meninggalkan keluarga dalam waktu lama demi mengentaskan kemiskinan keluarga.
Fenomena mobilisasi perempuan pekerja juga menggejala di negeri jiran Malaysia, konon dikarenakan biaya hidup yang kian tak terjangkau. Demi tujuan tersebut, pemerintah Kerajaan Malaysia telah menyusun anggaran khusus dalam Rencana Anggaran Belanja tahun 2014. Untuk memfasilitasi ibu pekerja yang memiliki anak kecil, banyak nursery (tempat penitipan anak) didirikan di tempat kerja.
Sayangnya, ketika para ibu bekerja menjadi pencari nafkah bahkan sampai jauh ke luar negeri, fungsikeluarga menjadi terganggu. Di Cianjur, pengiriman TKW ke luar negeri menjadi pemicu peningkatan 10 persen perceraian dari tahun 2012 ke tahun 2013. Peran mereka sebagai penyedia ASI juga mengalami masalah. Berdasarkan hasil riset Lembaga Analisis Kebijakan dan Advokasi Perburuhan (Elkape), dari 67 ribu pekerja perempuan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung menunjukkan hampir 90 persen buruh yang tengah menyusui tidak mendapatkan hak untuk menyusui bayinya. Gizi buruk membayangi anak-anak mereka.
Potret buruk yang menimpa ibu pekerja dan keluarganya bukan muncul secara tiba-tiba. Selain tabiatekonomi kapitalis yang rakus dan eksploitatif, pada saat ini dunia telah memainkan liberalisasi ekonomi. Nusantara telah menjadi obyek kapitalisasi negara besar dalam era perdagangan bebas ini.
Baru saja pemerintah RI menjadi tuan rumah KTT APEC pada 7-8 Oktober 2013 lalu, tak sampai dua bulan, tepatnya tanggal 3-6 Desember nanti Bali kembali akan menggelar Konferensi Tingkat Menteri ke-9 WTO. Malaysia juga mengalami even serupa. Setelah menghadiri KTT APEC, Menlu AS John Kerry segera membuka KTT Kewiraswastaan Global 10 Oktober 2013 di Kuala Lumpur. KTT itu pertama diluncurkan tahun 2009 oleh Obama.
Demikian juga ASEAN yang mengikat Indonesia, Malaysia dan 8 negara Nusantara lainnya. Demi kesuksesan perdagangan bebas, ASEAN fokus menyelesaikan pembahasan Kemitraan ekonomiKomprehensif Kawasan (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) serta menindaklanjuti Kemitraan Trans-Pasifik (Trans Pacific Patnership/TPP). Liberalisasi perdagangan yang disetir oleh WTO, IMF dan Bank Dunia sesungguhnya hanyalah kendaraan bagi negara-negara maju untuk memperluas pasar mereka demi memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya di negara-negara berkembang dan negara-negara miskin. Negara-negara maju menuntut perluasan pasar, pencabutan subsidi dan dukungan domestik kepada negara-negara berkembang. Perdagangan bebas tidak pernah menguntungkan negara berkembang.
Penelitian yang dilakukan Mark Weisbrot dan timnya dalam Scorecard on Globalization 1980-2000 membuktikan hal itu. Pertumbuhan ekonomi dan sejumlah indikator kesejahteraan manusia seperti tingkat harapan hidup, kelahiran bayi, dan tingkat pendidikan justru mengalami penurunan sejak globalisasi (tahun 1980-2000).
Organisasi Tenaga Kerja Dunia (ILO) menilai perjanjian perdagangan bebas yang dilakukan Indonesia dengan beberapa negara seperti China, India dan Australia berdampak terhadap PHK. PHK massal ini menyebabkan berkurang bahkan hilangnya sumber penghasilan keluarga, Sehingga ibu-ibu pun ikut menanggung nafkah keluarga.
Di sisi lain, pemerintah bekerjasama dengan swasta dan pegiat gender merancang program pemberdayaan perempuan dengan dalih memandirikan perempuan secara finansial. Namun nyatanya pemberdayaan ekonomi itu hanya menjadi sarana untuk mengeksploitasi kemampuan finansialperempuan, bukan menjadi solusi tepat atas pemiskinan keluarga akibat dari perdagangan bebas.
Cukuplah kiranya realita yang terjadi di lapang menunjukkan bahwa penjajahan ekonomi lewat perdagangan bebas telah mengancam peran keibuan. Peran strategis sebagai ibu generasi yang menjadi sumber cinta kasih dan penanaman nilai-nilai dikerdilkan sehingga hanya tersisa peran ekonominya saja. Hal itu membuat orientasi kehidupan seorang ibu menjadi berubah. Mereka tidak lagi berperan sebagai bagian masyarakat yang idealis, kritis, peduli dan terlibat dalam agenda perubahan namun turut larut dan terjerumus dalam keadaan yang memprihatinkan.
Kondisi ini jelas membahayakan pembinaan generasi yang seharusnya memiliki mental pejuang sebagai penerus estafet kekhilafan. Juga gagal menempatkan ibu sebagai insan politis yang peduli terhadap kepentingan masyarakat. Karena itu para ibu harus berjuang untuk mengubah sistem Kapitalis menjadisistem Islam yang mensejahterakan.
Sebagai sistem hidup yang sempurna dan paripurna, Islam memuliakan ibu. syariat Islam tidak menghilangkan sifat kodrati mereka, bahkan mengatur peran, posisi dan hak-hak mereka dalam kehidupan sehingga ibu tidak terbebani, apalagi dieksploitasi.
Keindahan Islam hanya bisa dirasakan bila diterapkan dalam sistem berdaulat bernama KhilafahIslamiyyah. Ibarat payung, Khilafah mampu memutus penjajahan ekonomi, menjamin kebutuhan setiap warganegara, mencegah eksploitasi perempuan, hingga memastikan pencapaian kesejahteraan masyarakat termasuk ibu dan anak.
Itulah mengapa muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menganggap perlu mencari solusi atas penjajahanekonomi yang mengancam para ibu dan juga generasi yang diakibatkan penerapan perdagangan bebas. Pembahasan ini kemudian diharapkan dapat meningkatkan semangat juang para ibu untuk bersama-sama mewujudkan sistem yang mensejahterkan.
Oleh karena itu muslimah Hizbut Tahrir Indonesia mengadakan “KONGRES IBU NUSANTARA : BERJUANG MEWUJUDKAN KEHIDUPAN SEJAHTERA DALAM NAUNGAN Khilafah.”
Kongres Ibu Nasional (KIN) ini diselenggarakan di 30 kota diseluruh Indonesia, melibatkan kalangan buruh, TKW/keluarga TKW, penggerak PKK/Posyandu/Dasawisma, aktifis LSM/ ormas/orpol, serta Tokoh perempuan dari berbagai komunitas (birokrat, politisi, mubalighah, intelektual, praktisi pendidikan, kesehatan, dan pengusaha). Mereka semua menempati posisi strategis sebagai ummu ajyal (ibu pejuang) dan tiang Negara.
Semoga kegiatan ini berkontribusi dalam mewujudkan kehidupan sejahtera dalam naungan Khilafah Islamiyyah. (hti/adj)