Indonesia Jangan Sampai Terbawa Pertarungan Wahabi Saudi dan Syiah Iran
Indonesia Jangan Sampai Terbawa Pertarungan Wahabi Saudi dan Syiah Iran
Mustanir.com – Konflik Arab Saudi dan Iran kian memanas setelah Riyadh mengeksekusi ulama Syiah Nimr al-Nimr. Menanggapi hal itu, Dewan Pertimbangan Presiden RI KH. Hasyim Muzadi menilai sangat baik kalau Indonesia ikut berusaha mendorong perdamaian Arab Saudi dan Iran.
Pasalnya, upaya itu sesuai dengan pembukaan UUD 45. “Sangat baik Indonesia mendorong perdamain dua negara itu. Meski begitu, ya harus mengamankan NKRI sendiri. Waspadai Indonesia Jadi “Ring” Pertempuran Dua Kepentingan,” ujar Hasyim di Depok, Sabtu (9/1).
Sekjen ICIS ini menilai Saudi da Iran adalah dua kutub ideologi (Wahabi Suni dan Syiah) yang masing-masing kutub punya pendukung trans nasionalnya.
Ia mengungkapkan, sejumlah Negara seperti Sudan, Kuwait, Malaysia dan Brunei Darussalam misalnya akan segera mendukung Saudi. Pasalnya, Negara-negara tersebut melarang Syiah di negaranya masing-masing. Sedangkan Irak, Syria, Lebanon dan Yaman Utara, kemungkinan akan mendukung Iran.
Sedangkan di Indonesia, lajutnya, dua aliran yang menjadi musuh bebuyutan ini banyak sekali aktivis dan jaringannya. Sehingga, yang diperlukan bagaimana Indonesia tidak menjadi ” ring” pertempuran dua kepentingan ini.
Menurut Hasyim, selama pertentangan ideologi (wahabi-syiah) itu masih dalam kerangka wacana, akibatnya akan terbatas pada pertentangan psikososial. Namun, apabila kemudian bersentuhan dengan politik, perebutan kekuasaan, apalagi menjadi bagian dari pertentangan global dan campur tangan Negara-negara super power , eskalasinya bisa jadi lain.
Ia melanjutkan, masalah ideologi visioner Islam itu akan tenggelam berganti dengan kepentingan politik, hegemoni ekonomi, kepentingan-kepentingan kawasan dan sebagainya.
“Perang terbuka bisa terjadi di Indonesia seperti di Irak dan Syria pada waktunya kalau kita tidak waspada. Kerapuhan ketahanan Nasional kita baik internal maupun menghadapi serangan dari luar, pelaksanaan HAM yang melebihi ukuran, liberalisasi politik atau ekonomi serta budaya, kegaduhan sesama pembesar, tentu melengkapi kerawanan yang bisa terjadi,” paparnya.
Mantan Ketua PBNU ini mengungkapkan, Indonesia harus memperkuat ideologi pancasila yang sekarang mulai remang-remang. Penegakan pancasila tidak cukup dengan imbauan. Namun harus dengan sistem kenegaraan yang menjamin tegaknya pancasila serta dukungan rakyat. Yaitu, melalui visi keagamaan yang sinergi dengan pancasila dan dianut mayoritas bangsa Indonesia yakni ahlusunah waljamaah.
Menurutnya, Ahlussunah waljamah yang selama ini dianut NU dan Muhammadiyah serta lainnya telah terbukti dapat mempersatukan Indonesia sepanjang sejarah. Untuk itu, NU/Muhamadiyah harus dijaga agar tidak disusupi atau digerogoti ideologi non ahlussuna wal jamaah.
Pasalnya, pasti memecahbelah dan pada gilirannya akan merusak NKRI. “Untuk pertikaian Saudi-Iran, yang bisa menyelesaikan adalah Amerika dan Rusia. Dalam konteks PBB tentu kita ikut mendorong, namun selebihnya kita perkuat indonesia,” kata Hasyim. (rol/adj)
Komentar Mustanir.com
Sentimen Saudi dan Iran yang akhir-akhir ini ramai mewarnai pemberitaan di internet dan media sosial di Indonesia berdampak pada terseretnya pula Sunni dan Syiah. Term besar saat ini malah lebih mengarah kepada dibenturkannya Sunni dan Syiah, bukan lagi Saudi dan Iran. Kaum muslimin harus cermat bahwa kepentingan Saudi dan Iran bukanlah kepentingan kaum muslimin, tapi lebih kepada kepentingan nasional mereka.
Maka dari itu, jangan sampai kaum muslimin Indonesia teralihkan dari musuh saat ini yang mencengkeram Indonesia, yakni sebuah kehidupan Sekuler yang dipelihara oleh penguasa Indonesia yang Sekuler. Sekulerisme adalah musuh bersama umat Islam di Indonesia dan di seluruh dunia. Akibat dari Sekulerisme, umat Islam menafikan Syariat Islam dan lebih memilih menggunakan Demokrasi dalam berpolitik dan menggunakan Kapitalisme dalam berekonomi.