Iran, Prostitusi dan Kebohongan Agama

Iran, Prostitusi dan Kebohongan Agama

IRAN atau Negeri Persia terkenal sebagai negara Islam beraliran Syiah. Sebagaimana negara-negara Islam lain di dunia, seluruh sistem dan aspek kehidupan masyarakatnya mengacu pada hukum syariah atau hukum moral yang berlaku dalam agama Islam. Namun begitu, semua persepsi itu terbantahkan ketika menilik kenyataan yang berlangsung di negara bermoral tersebut.

Sudah sejak lama, diketahui bahwa prostitusi merupakan profesi sekaligus bisnis ilegal di Iran. Akan tetapi, kegiatan ilegal itu bisa menjadi legal dalam sekejap ketika pasangan mesum terikat dalam sebuah pernikahan.

Tentunya pernikahan yang terjadi hanya sementara alias kawin kontrak. Waktunya tergangtung pada kesepakatan antara kedua belah pihak, mulai dari 15 menit sampai 99 tahun.

Hubungan transaksional ini berlaku tidak hanya dikalangan perempuan yang bobrok atau dari kalangan menengah ke bawah, baik secara ekonomi maupun pendidikan.

Faktanya, banyak perempuan terpelajar dan berasal dari kelas ekonomi menengah ke atas juga berminat mencemplungkan diri ke dalam bisnis kotor ini. Dan hampir 90 persen dari penjaja seks komersil (PSK) di Negeri Para Mullah ini masih duduk di bangku sekolah dan kuliah.

Salah satunya ialah Parisa (23), bukan nama sebenarnya. Perempuan yang cerdas, percaya diri, seorang sarjana teknik komputer dari Universitas Azad Islamic dan berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah. Secara terang-terangan mengungkap, dirinya menjual tubuh sebagai pekerjaan sambilan di akhir pekan.

“Saya sangat menikmatinya. Waktu senggang saya jadi berharga,” ujarnya, dikutip dari Washington Times, Kamis (21/1/2016).

Banyak perempuan di Iran terdesak untuk berkecimpung di dunia prostitusi karena situasi dalam negeri mereka yang keras. Terutama setelah perekonomian negara-negara Islam di Timur Tengah terpuruk. Kemiskinan timbul akibat besarnya kekalahan yang diterima kaum adamnya selama perang.

“Apa ada pilihan lain bagi saya? Kalau saya meninggalkan Teheran dan kembali ke kampung halaman saya di Khorramabad, saya hanya kembali sebagai orang gagal. Tidak mungkin orang tua saya menyokong saya terus menerus, sementara harga-harga terus meningkat. Saya bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana mereka bisa bertahan hidup,” terang perempuan muda tersebut.

Padahal rejim teokratis syiah di Iran terkenal luas dengan penegakan hukum Islamnya yang ketat, terutama yang menyangkut perilaku seksual. Hukuman untuk pelacur dan pelanggannya dapat mencakup hingga 100 cambukan hingga sanksi pidana dan hukuman mati.

Kawin Kontrak

Jalan keluar terbaik untuk menghindar dari hukum cambuk yang pasti menyakitkan dan memalukan, karena dieksekusi di depan umum, adalah melacur dalam ikatan suci pernikahan.

Kedok prostitusi ini disebut Nikah Mut’ah atau Sigheh. Yakni pernikahan sementara atau kawin kontrak yang mengizinkan dua orang berhubungan badan secara transaksional dalam waktu singkat.

Cara mengakhirinya pun terbilang mudah, tidak perlu mengurus harta ‘gono gini’ dan sewa pengacara. Tidak perlu ke pengadilan sama sekali untuk menghadiri sidang perceraian. Cukup berpisah dan membayar sesuai perjanjian awal saja.

Diwartakan Albawaba, Pemerintah Iran sendiri telah mengalokasikan dana untuk rumah prostitusi berkedok pernikahan sementara ini. Kebijakan ini diterapkan di lingkungan tertentu guna menghilangkan masalah pemerkosaan dan penindasan seksual yang diderita kaum muda Iran.

Dengan demikian, pelesiran seksual ke negara Persia ini semakin disenangi karena memudahkan orang asing bertandang ke rumah yang ditunjuk, untuk melakukan hubungan seks dengan seorang gadis, jika dia setuju untuk menikah sementara dengannya.

Daerah lokalisasi PSK yang terkenal yakni di Qom dan Mashad. Tarifnya bervariasi tergantung pada apakah gadis itu perawan atau tidak selain dinilai juga dari kecantikannya.

Kebijakan ini bagaimanapun telah menimbulkan polemik. Mereka yang kontra mengatakan bahwa ini hanyalah alasan untuk memotong pembatasan pada prostitusi. Rumah-rumah bordil didirikan untuk memenuhi kepuasan dan nafsu birahi para pejabat Iran.

Skandal seks pejabat yang sempat menghebohkan ialah kasus Kepala Polisi Teheran Reza Zarei. Ia terpergok sedang asyik bermahsyur ria dengan enam perempuan telanjang di rumah bordil.

“Tidak ada orang yang peduli soal (legalitas prostitusi) lagi di Teheran. Polisi tidak peduli, tidak juga para pemuka agamanya. Dan yang pasti orang-orang yang membayar untuk waktu saya tidak peduli tentang agama mereka,” kata dia.

Kota Penuh Kebohongan

Kenyataan pahit lain diungkap melalui buku yang ditulis seorang jurnalis berdarah campuran Inggris-Iran Ramita Navai. Ia menyebut, Ibu Kota Iran adalah kota yang penuh dengan kebohongan.

“Moralitas tidak berpengaruh di sini. Berbohong penting untuk bertahan hidup di Teheran. Jika ada kebenaran yang terkuak, maka itu adalah tindak kebenaran yang ekstrim atau keputusasaan mutlak,” tulis Navai, disitat dari New York Post.

Sebagian besar anak perempuan di Iran dipastikan sudah pernah berhubungan intim sejak SMA. Mereka tentunya tidak menjajakan diri di jalan atau rumah bordil, karena kalau ketahuan, hukumannya berat. Walau tidak sedikit juga yang berbohong soal umur aslinya.

Namun yang ajaib gadis-gadis SMA ini bisa berhubungan badan dan tetap perawan. Mereka tidak mencari pelanggan, tetapi biasanya memenuhi hasrat seksual dengan sepupu lelaki mereka. Supaya tetap perawan, tentunya mereka melakukannya dengan hati-hati dan di tempat yang tidak merusak selaput dara mereka.

Sama halnya dengan negara-negara lain di dunia, prostitusi di Iran berfokus pada perempuan. Selama berabad-abad, kaum hawa yang terlibat di dunia mala mini telah dihukum secara sadis. Banyak dari mereka dibakar hidup-hidup dan dirajam batu. Sementara pria yang memperkosa dan atau berzinah dengan mereka dibebaskan. (sumber)

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories