Jangan Mengkhianati Amanah

duck-leader

Jangan Mengkhianati Amanah

Mengkhianati amanah adalah salah satu kejahatan yang Allah larang.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al Anfâl: 27).

Ibnu Abbas r.a, ketika menafsirkan ayat ini menyatakan:

الْأَمَانَةُ الْأَعْمَالُ الَّتِي ائْتَمَنَ اللَّهُ عَلَيْهَا الْعِبَادَ -يَعْنِي الْفَرِيضَةَ، يَقُولُ: لَا تَخُونُوا: لَا تَنْقُضُوهَا. وَقَالَ فِي رِوَايَةٍ: {لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ} يَقُولُ: بِتَرْكِ سُنَّتِهِ وَارْتِكَابِ مَعْصِيَتِهِ.

“Amanah adalah perbuatan-perbuatan yang Allah telah mempercayakan perbuatan itu untuk dilakukan hamba, yakni kewajiban (farîdhah), Dia mengatakan ‘janganlah kalian mengkhianati’ maknanya adalah ‘jangan menentang(perintah)-Nya’. Dan dalam riwayat lain: { janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul}, yakni dengan meninggalkan sunnahnya dan melakukan kemaksiatan kepada-Nya.”

Seseorang yang tidak mendidik keluarganya, membiarkan anak-anaknya mengumbar auratnya, tidak peduli apakah mereka shalat atau tidak, tidak ada kecemburuan ketika keluarganya bermaksiyat kepada Allah adalah orang yang mengkhianati amanah yang telah Allah percayakan kepadanya.

Seorang penguasa yang melegalkan apa-apa yang diharamkan Allah, membiarkan perzinaan, riba, pornografi, membiarkan rakyatnya meninggalkan kewajiban shalatnya, puasanya, zakatnya, tidak menjalankan aturan-aturan dari Allah swt, atau lalai dalam pengaturan urusan rakyatnya, hingga rakyatnya kesulitan dalam kehidupannya adalah penguasa yang mengkhianati amanah Allah, meskipun dia bisa mengambil hati rakyatnya, memakmurkan rakyatnya secara materi dan menyenangkan mereka. Oleh sebab itu Rasulullah mengingatkan:

وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْىٌ وَنَدَامَةٌ إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ فِيهَا

Sesungguhnya jabatan (kekuasaan) itu adalah amanah dan pada Hari Kiamat nanti akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambil amanah itu dengan benar dan menunaikan kewajiban yang ada di dalamnya (HR Muslim).

Begitu beratnya amanah ini, khalifah Umar bin Abdul Aziz, sebagaimana diceritakan oleh istrinya, biasa bekerja untuk melayani kebutuhan-kebutuhan rakyat sepanjang hari, bahkan kadang sampai malam. Suatu sore, ketika urusan sudah selesai, ia meminta lampu yang ia beli dari hartanya sendiri, tidak dengan fasilitas negara. Kemudian dia shalat dua rakaat. Setelah itu dia duduk merenung sambil berlinang airmata hingga terbit fajar. Paginya dia puasa. Istrinya bertanya: “Hai, Amirul Mukminin, ada apa gerangan, aku tidak mendapati engkau seperti malam tadi?” Dia menjawab:

أَجَلْ، إِنِّي قَدْ وَجَدْتُنِي وُلِّيتُ أَمْرَ هَذِهِ الأُمَّةِ أَسْوَدِهَا وَأَحْمَرِهَا فَذَكَرْتُ الْغَرِيبَ الْقَانِعَ الضَّائِعَ، وَالْفَقِيرَ الْمُحْتَاجَ، وَالأَسِيرَ الْمَقْهُورَ وَأَشْبَاهَهُمْ فِي أَطْرَافِ الأَرْضِ؛ فَعَلِمْتُ أَن الله تَعَالَى ساءلني عَنْهُمْ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَجِيجِي فِيهِمْ؛ فَخِفْتُ أَنْ لَا يَثْبُتَ لِي عِنْدَ اللَّهِ عُذْرٌ، وَلا يَقُومُ لِي مَعَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُجَّةً، فَخِفْتُ عَلَى نَفْسِي

“Ya, sesungguhnya aku mendapati diriku diserahi urusan umat ini, baik yang berkulit hitam maupun yang merah. Aku mengingat orang yang terasing, yang miskin, yang kehilangan, yang faqir yang membutuhkan, tawanan yang tertindas, dan lain sebagainya di berbagai pelosok bumi ini. Dan aku tahu bahwa Allah SWT pasti akan menanyaiku tentang mereka dan Muhammad SAW niscaya akan membantahku dalam masalah mereka (jika aku mungkir). Aku takut Allah tidak menerima alasanku, dan aku tidak punya hujjah bersama Rasulullah saw, aku takut (akan nasib) diriku” [1]

Jika penguasa mengemban amanah yang berat, rakyatpun diberikan amanah untuk membantunya dan meluruskannya ketika mereka menyimpang. Adalah penghianatan jika rakyat justru memuji mereka saat mereka menyimpang dari ketentuan Allah swt.

Imam al Ghazali, dalam Ihya’ Ulumiddin menceritakan bahwa seorang rakyat jelata datang ke istana Sulaiman bin Abdul Malik lalu menasehatinya:

يا أمير المؤمنين، إنه قد أِكْتَنَفَك رجالٌ ابتاعوا دنياك بدينهم، ورضاك بسخط ربهم، خافوك فى الله ولم يخافوه فيك، خربوا الآخرة وعمروا الدنيا، فهم حرب للآخرة، سلم للدنيا، فلا تأمنهم على ما ائتمنك الله عليه، فانهم لم يألو الأمانة تضييعاً والأمة خسفاً، وأنت مسؤول عما اجترحوا، وليسوا بمسؤولين عما اجترحت، فلا تصلح دنياهم بفساد آخرتك، فان أعظم الناس غبناً بائع آخرته بدنيا غيره‏

“Wahai Amirul Mukminin, engkau dikelilingi oleh orang-orang yang membeli duniamu dengan agama mereka, membeli ridhamu dengan amarah Tuhan mereka, mereka takut kepadamu dalam hak-hak Allah dan tidak takut kepada Allah berkaitan denganmu, menghancurkan akhirat dan memakmurkan dunia, tunduk kepada dunia. Maka jangan percayakan kepada mereka apa yang Allah telah amanatkan kepadamu, karena mereka akan senantiasa menyia-nyiakan amanat dan menyusahkan umat, padahal engkau bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan dan mereka tidak bertanggung jawab atas apa yang engkau lakukan, jangan memperbaiki dunia mereka dengan merusak akhiratmu, sesungguhnya manusia yang paling zalim adalah orang yang menjual akhiratnya dengan dunia orang lain.”

Sulaiman berkata, “Engkau benar-benar telah menghunus lisanmu yang lebih tajam daripada pedang.” Dia menjawab, “benar wahai Amirul Mukminin, untuk kebaikanmu, bukan keburukanmu.”Sulaiman bertanya, “Adakah keperluan untuk dirimu sendiri?.” Dia menjawab, “Kalau khusus untuk diriku, bukan untuk masyarakat banyak, tidak ada.” Kemudian lelaki tersebut bangkit dan keluar.

Download PDFnya .::di sini::.

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories