Ketika Khalid “Pedang Allah” Dipecat Oleh Umar

khalidKhalid bin al-Walid, diberi gelar oleh Nabi SAW Saifu-Llah al-Maslul (Pedang Allah yang terhunus). Nabi pun mendoakannya, agar senantiasa diberikan kemenangan dalam setiap peperangan. Saat Perang Mu’tah, ketika itu Nabi menunjuk Usamah bin Zaid, sebagai panglima. Jika dia gugur, maka ‘Abdullah bin Rawwahah yang menggantikannya. Jika dia gugur, maka Ja’far bin Abi Thalib, yang menggantikannya. Begitulah akhirnya peperangan Mu’tah itu terjadi.

Akhirnya, ketiga panglima yang ditunjuk oleh Nabi pun satu per satu gugur sebagaisyuhada’ saat Perang Mu’tah, namun perang belum usai, Khalid bin al-Walid tampil mengambil komando pasukan. Allah pun membuktikan mukjizat Nabi SAW. Doa Nabi untuk kemenangan Khalid pun, dengan izin dan pertolongan Allah, terbukti. Hingga sepanjang hayatnya, tidak kurang dari 100 peperangan dia lalui. Dan, tidak ada satu pun bagian tubuhnya yang tidak terkena sabetan pedang, tusukan panah dan tombak. Itulah Khalid.

Ketika Abu Bakar as-Shiddiq menjadi Khalifah, Khalid pun ditugaskan menumpas pemberontakan orang-orang murtad. Selesai dari tugas ini, Khalid pun ditugaskan oleh Abu Bakar untuk berangkat ke Irak, menaklukkan wilayah itu. Pada saat yang sama, Abu ‘Ubaidah al-Jarrah, Syarahbil bin Hasanah, Yazid bin Abu Sufyan dan ‘Amru bin al-‘Ash ditugaskan oleh Abu Bakar untuk menaklukkan Syam. Panglima tertinggi dari keempat kelompok pasukan ini adalah Abu ‘Ubaidah al-Jarrah.

Namun, pasukan ini tidak berhasil menembus pertahanan tentara Romawi. Mereka hanya sampai di Sungai Yarmuk, yang berbatasan dengan Yordania dan Suriah. Dalam waktu yang lama, mereka tertahan di sini. Padahal, di antara pasukan mereka ada 100 veteran Perang Badar, yang kedudukannya di sisi Allah dan Rasul-Nya sangat tinggi. Justru ini yang menjadi pertanyaan besar Khalifah Abu Bakar. Maka, Abu Bakar pun menulis surat kepada Khalid, yang saat itu telah berhasil membebaskan Irak, agar segera berangkat ke Yarmuk.

Hanya dalam waktu lima hari, Khalid dan pasukannya pun sampai ke Yarmuk. Mereka tidak beristirahat, dan tidak melalui jalan yang biasa dilalui oleh orang. Sebelum sampai di sana, Khalid menulis surat kepada Abu ‘Ubaidah, tentang pemberhentian Abu ‘Ubaidah oleh Abu Bakar, dan pengangkatan Khalid untuk menggantikannya. Abu ‘Ubaidah tidak marah, dan menerima keputusan ini dengan lapang dada. Maka, tampuk komando tertinggi pasukan Islam di Yarmuk pun di tangan Khalid.

Perang Yarmuk yang dahsyat itu pun meletus pada tahun 13 H. Di saat perang sedang berkecamuk, dan Khalid tengah mengatur pasukan dan strategi perang, tiba-tiba utusan ‘Umar bin al-Khatthab, yang baru saja diangkat menjadi Khalifah, menggantikan Abu Bakar, datang menghadap Abu ‘Ubaidah. Utusan itu menyampaikan surat pemberhentian Khalid, dan pengangkatan Abu ‘Ubaidah sebagai panglima tertinggi di Yarmuk. Namun, dalam situasi seperti itu, Abu ‘Ubaidah tidak langsung menyampaikan keputusan tersebut kepada Khalid, hingga Perang Yarmuk berakhir, dan kemenangan di pihak kaum Muslim.

Begitu perang usai, keputusan itu pun disampaikan oleh Abu ‘Ubaidah kepada Khalid. “Mengapa Anda tidak menyampaikan keputusan itu, begitu sampai kepada Anda?” tanya Khalid kepada Abu ‘Ubaidah. “Saya tidak ingin mengganggu kosentrasi Anda dalam memimpin serangan. Lagi pula, kita bersaudara (sesama Muslim). Apa salahnya, jika saudara dipimpin oleh saudaranya sendiri.” Khalid tidak marah. Meski jasanya dalam Perang Yarmuk begitu luar biasa. Setelah Perang Yarmuk, Khalid diperintahkan oleh Abu ‘Ubaidah untuk menerobos benteng Damaskus, yang tingginya mencapai 6 m, tebal 3 m, dikelilingi parit yang dialiri air selebar 3 m.

Selama 4 bulan, ada yang mengatakan sampai 6 bulan, pasukan ini mengepung benteng Damaskus. Hingga akhirnya, Allah pun membuktikan kembali mukjizat Nabi, kemenangan di tangan Khalid. Dengan segala prestasinya itu, membuat kawan dan lawan menaruh hormat setinggi-tingginya kepada Khalid. Inilah yang Ibn Qais memberikan sanjungan yang begitu tinggi kepada Khalid. Merasa tersanjung dengan pujiannya, Khalid pun memberikan hadiah kepadanya. Ada yang mengatakan, 500 Dinar, ada yang mengatakan 5000 Dinar, dan 10,000 Dinar.

Bagi Khalid, apa yang dilakukannya tidak salah, karena Rasul pun pernah memberikan hadiah Burdah (surban hijau) Nabi SAW kepada Ka’ab bin Zuhairi, karena sanjungannya kepada Nabi. Namun, 500 Dinar, 5000 Dinar atau 10,000 Dinar yang dihadiahkan Khalid dinilai oleh ‘Umar tidak pantas diberikan kepada seorang penyair.“Dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu?” tanya ‘Umar. Khalid pun diadili. Di depan Abu ‘Ubaidah dan ‘Umar, Khalid menegaskan, bahwa harta itu adalah bagian ghanimah-nya.

‘Umar yang dikenal zuhud dan wara’ itu pun khawatir, jika ada pejabatnya yang melakukan tindakan yang tidak patut, baik sebagai pribadi maupun pejabat negara. Dia khawatir, bagaimana kelak akan memberikan pertanggungjawaban di hadapan Allah. Dalam riwayat yang lain dituturkan, bahwa ‘Umar memecat Khalid bin al-Walid karena khawatir dikultuskan, “Saya tidak memecat Khalid bin al-Walid karena benci atau pengkhianatannya. Tetapi, karena semua orang sudah terpesona, saya khawatir orang hanya percaya kepadanya dan hanya akan berkorban untuknya. Maka saya ingin mereka tahu, bahwa Allah Maha Pencipta dan supaya mereka tidak menjadi sasaran fitnah.”

Namun, ‘Umar baru menyadari kekeliruannya tentang Khalid, saat Khalid telah menghadap kepada Allah. Khalid tidak meninggalkan harta sedikit pun. Khalid ternyata miskin. ‘Umar pun menyesal atas tindakannya kepada Khalid. “Kenapa Anda memecat dia, saat itu?” tanya ‘Ali kepada ‘Umar. “Iya, saya menyesal. Karena saya tidak tahu kondisi dia yang sesungguhnya.” Begitulah keikhlasan Khalid bin al-Walid, dan begitulah kezuhudan dan kewara’an ‘Umar bin al-Khatthab.

Saat menjelang ajalnya tahun 21 H,  Khalid berkata kepada Abu Darda ra, “Wahai Abu Darda, bila kelak ‘Umar al-Khattab ra wafat kelak, akan melihat sesuatu yang kamu benci terjadi.” Sambil mengelap air matanya, ia berkata lagi, “Aku memang merasa sedikit kecewa dengannya dalam bebarapa hal, tetapi setelah aku pikir di saat aku sakit ini, aku menyadari, bahwa ‘Umar melakukannya dengan ikhlas dan hanya mengharapkan rahmat Allah dari setiap tindakannya.” [] Roni R/HAR dari berbagai sumber

About Author

Categories