Kuburan Bakal Kena Pajak
Kuburan Bakal Kena Pajak
Mustanir.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan, akan mengubah aturan terkait pembebasan pajak untuk lahan pemakaman mewah. Peraturan yang disiapkan tidak akan menyentuh tempat pemakaman umum (TPU) yang akan bebas dari PBB.
“Sekarang banyak muncul lahan kuburan premium seperti San Diego Hills. Apakah bisa dibiarkan bebas PBB?” kata Ferry di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 15 April 2015.
Ferry mengatakan saat ini ada fenomena kuburan mewah yang harganya hampir sama dengan kavling lahan perumahan. Kondisi ini tidak bisa disamakan dengan TPU yang bebas PBB.
Jika pemakaman premium dibiarkan bebas PBB, lanjut Menteri asal Partai Nasdem itu, maka akan banyak pengembang yang akan mengalihkan usahanya ke properti pemakaman. Bisnis tersebut tentu sangat menguntungkan apalagi hingga bebas PBB.
“Tanahnya mahal, tapi bebas PBB. Ini perkembangan yang harus dilakukan langkah penyesuaiannya,” ujarnya.
Sesuai dengan perkembangan itu kementeriannya akan menata aturan PBB khusus untuk lahan pemakaman premium.
“Presiden berpesan, jika ada kebijakan tanpa harus ada perubahan UU, lebih baik menggunakan itu,” ucapnya.
Untuk TPU, ia. Memastikan akan tetap mempertahankan UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 77 Ayat 3 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, lahan kuburan atau pemakaman, peninggalan purbakala dan sejenisnya, bukan merupakan objek yang dikenakan pajak bumi dan bangunan (PBB).
Kita lihat fenomena kuburan, dikatakan undang-undang bahwa kuburan salah satu objek bebas PBB. Nah sekarang bagaimana fenomena San Diego Hills? Apakah bisa dibiarkan bebas PBB?,” kata Ferry di sela-sela rapat dengan Komite II DPD, di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/4/2015).
Ia menekankan lahan pemakanan mewah bisa terkena pajak. Pengubahan peraturan ini mencakup penataan ulang soal obyek yang terkena PBB.
Ferry meyakini ada landasan untuk pengubahan ini dengan acuan lahan pemakaman bisa dikenakan pajak karena sebagai subjek. Mengacu hal ini, subjek harus dilihat dari kemampuan penghasilan yang dimiliki.
“Dikenakan bukan objek tapi subjek pajak kerana kemampuan orang membayar pajak. Jadi kalau orang tinggal di daerah premium di Jakarta misalnya Kebayoran, Kemang, jika dia seorang pensiunan nggak punya penghasilan, dia harus bebas,” ujarnya.
“Jangan lihat Mentengnya, tapi pada ketidakmampuan sebagai warga yang nggak mampu bayar pajak,” sebutnya.
Ferry menambahkan alasan perlunya pemakaman mewah dikenai pajak. Pasalnya, jika tidak maka dikhawatirkan pihak pengembang bisa mengalihkan bisnis di bidang pemakaman.
“Kalau San Diego bebas PBB maka akan banyak pengembang-pengembang yang mengalihkan usahanya di bidang kuburan. Karena kenapa? Toh, tanahnya mahal tapi bebas PBB, ini perkembangan yang harus dilakukan langkah penyesuaiannya,” tuturnya. (detik/adj)
Komentar:
Memanglah bukan sebuah kebijakan yang aneh jika pemerintah memperluas sektor penerimaan pajak. Karena sistem Ekonomi Indonesia merupakan Sistem Ekonomi Kapitalisme yang hanya memiliki asupan penerimaan untuk APBN dari pajak.
Berbeda dengan Islam, bahwa Islam memiliki banyak sektor untuk mendulang anggaran untuk APBN. Bahkan pajak dalam Islam tidak diperbolehkan, kecuali dalam keadaan benar-benar terpaksa.
APBN dalam Islam akan dipenuhi oleh pemasukan dari sektor hasil penjualan pengelolaan barang tambang, harta rampasan perang, zakat , infak, shodaqoh, serta masih banyak lagi yang lainnya. [Baca: Hukum Pajak Dalam Islam]