Menyiasati Keuangan Keluarga Akibat Kenaikan Harga BBM
Hidup dalam sistem kufur tentu bukan pilihan kita. Himpitan ekonomi menjadi pil pahit yang harus ditelan. Kenaikan harga BBM yang berbuah krisis keuangan rumah tangga menjadi beban pikiran yang harus disikapi secara bijak dan tepat oleh setiap ibu rumah tangga. Tak jarang, kesalahan memandang persoalan menghasilkan perilaku yang keliru dan bisa merendahkan martabat seseorang. Padahal krisis ekonomi seperti ini sebenarnya dapat mengantarkan seorang Muslim mendapatkan kemuliaan di sisi Allah SWT. Adanya strategi yang tepat dalam menghadapi krisis menjadi kuncinya.
Membangun Paradigma
Kesempitan memang bisa membawa pada petaka. Namun, dengan akidah dan pemahaman Islam yang kuat, kesempitan justru bisa menjadi keberuntungan dan ladang pahala. Keluarga Muslim seharusnya mewaspadai masalah ini sehingga tidak terjebak pada sikap keliru.
Beberapa Sikap Keliru
- Ketakutan yang berlebihan.
Umumnya hal ini terjadi pada orang-orang yang lemah akidah, pesimistis dan mudah putus asa. Muncullah stres berkepanjangan hingga bunuh diri menjadi jalan terakhir. Kita tentu ingat kasus ibu yang tega membunuh anaknya bahkan dirinya karena himpitan ekonomi.
- Sikap pasrah yang salah-kaprah.
Banyak orang memandang masalah ini sebagai musibah atau bala yang tidak bisa ditolak. Tak sedikit sikap ini muncul dari keluarga menengah ke atas karena umumnya mereka tidak merasakan dampak kenaikan harga BBM ini. Namun, banyak pula warga miskin yang juga pasrah tanpa daya, bak kedatangan bencana tak diundang. Sikap ini muncul karena kurangnya ilmu dan pemahaman tentang hakikat persoalan. Sikap fatalis tersebut tentu tak boleh muncul pada diri Muslim. Sikap ini bertentangan dengan akidah Islam dan hukum syariah.
Paradigma yang Benar
Kenaikan harga BBM dan apapun jenisnya yang mengakibatkan himpitan ekonomi bukanlah semata-mata bencana. Kondisi ini bisa jadi memang ujian bagi keluarga Muslim. Namun, masalah ini juga layak menjadi peringatan agar kaum Muslim kembali pada aturan Allah SWT. Untuk itu setiap Muslim harus memiliki paradigma yang benar. Pertama: memiliki keyakinan yang kuat bahwa Allah SWT Maha Penolong (QS al-Anfal [8]: 40); bahwa Allah tidak menzalimi hamba-Nya (QS al-Kahfi [18]: 49). Karena itu manusia tidak boleh menzalimi dirinya sendiri, apalagi membunuh diri atau jiwa yang diharamkan Allah SWT. Keluarga Muslim harus memiliki sikap tawakal yang kuat serta senantiasa mengharap rahmat Allah.Kedua: memiliki ilmu dan pemahaman yang benar. Sesungguhnya kenaikan harga BBM dan sejenisnya bukanlah persoalan yang berada di luar wilayah kekuasaan manusia. Tindakan penguasa untuk menaikkan harga BBM hakikatnya adalah kefasadan. Pasalnya, kebijakan tersebut bertentangan dengan syariah Islam. Migas serta kekayaan alam lainnya dalam pandangan Islam merupakan barang milik umum yang pengelolaannya harus diserahkan kepada negara untuk kesejahteraan rakyat. Kenyataannya, penguasa telah melalaikan masalah ini hingga berbuah kebijakan menaikkan harga BBM. Sungguh, ini adalah kefasadan (Lihat: QS ar-Rum [30]: 41).
Persoalan ini pun bukanlah semata-mata bala atau malapetaka yang murni karena kehendak Allah SWT sehingga manusia tidak perlu memikirkan jalan keluar untuk mencegah persoalan ini terjadi. Semua ini terjadi karena ulah manusia, yaitu tatkala tata kelola negara diserahkan pada hukum-hukum kufur.
Jadi, tidak benar jika masalah ini disikapi dengan sikap pasrah total tanpa koreksi dan muhasabah. Sikap ini juga kontra produktif dengan upaya untuk melakukan perubahan sebagai konsekuensi agar kita kembali pada jalan yang benar (QS ar-Rum [30]: 41). Sikap pasrah yang salah-kaprah ini hanya akan melanggengkan kemungkaran yang terjadi.
Kiat Agar Mampu Bertahan
- Meyakini bahwa rezeki berasal dari Allah SWT.
Allahlah Yang berkehendak memberikan rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki (Lihat: QS Saba’ []: 24). Sikap ini akan memberikan optimisme bahwa kezaliman penguasa tidak akan mengubah kuasa Allah SWT untuk mencurahkan rezeki kepada hamba-Nya. Yang harus dilakukan adalah terus berusaha menjemput rezeki tersebut dengan berbagai jalan yang Dia ridhai.
- Tidak menyalahi syariah.
Pada kondisi nafkah suami tidak mencukupi kebutuhan, istri memang berpeluang membantu menambah pemasukan bagi keluarga. Namun demikian, bukan berarti ia boleh mencurahkan seluruh perhatiannya pada upaya mencari tambahan nafkah hingga tugas utamanya terlalaikan. Pasalnya, bagaimana pun kewajiban mencari nafkah berada di tangan suami atau laki-laki. Adapun tugas utama ibu adalah mendidik anak-anaknya dan mengurus rumah tangga suaminya (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 233).
- Tidak berlebihan (israf) dan tidak pula kikir (QS al-Furqan [25]: 67).
Meski kesempitan mendera, suami tidak boleh bersikap kikir dan terlalu menahan hartanya. Bagaimana pun keadaannya, nafkah keluarga yang diwajibkan syariah harus ditunaikan. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tidaklah kamu menafkahkan suatu nafkah dengan ikhlas karena Allah kecuali kamu mendapat pahala.” (Muttafaq ‘alaih).
Dengan demikian tidak ada satu pun pengorbanan dari hamba-Nya yang sia-sia di sisi Allah SWT.
- Mendidik kemandirian anak laki-laki yang telah balig.
Orangtua selayaknya mulai mengajari mereka untuk berupaya mencari nafkah sendiri secara halal. Meski mereka memiliki kewajiban lain, seperti belajar, kemandirian nafkah seharusnya sudah tertanam dengan baik sehingga dapat mengurangi beban kepala keluarga.
- Mendidik seluruh anggota keluarga untuk memiliki gaya hidup sederhana.
Orangtua selayaknya tidak memanjakan anak-anak sehingga mereka akhirnya bersikap konsumtif. Rasulullah saw. telah mengajarkan hidup sederhana dalam semua peri kehidupan beliau. Bersikap jor-joran dalam membelanjakan harta dan konsumtif juga bisa membawa pada perbuatan sia-sia. Padahal meninggalkan perbuatan sia-sia (tidak bermanfaat) adalah bagian dari ciri keislaman seseorang.
- Mengelola secara baik belanja keluarga.
Hal ini bisa dilakukan dengan menyusun skala prioritas: mendahulukan yang wajib daripada yang sunnah apalagi mubah. Memenuhi kebutuhan makan didahulukan daripada membeli buku karena menuntut ilmu bisa dilakukan tanpa membeli buku, bisa dengan meminjam atau yang lainnya. Prioritas juga bisa ditentukan dari sisi bentuk kebutuhannya. Kebutuhan primer (pokok) tentu harus didahulukan daripada kebutuhan sekunder dan tersier.
Belanja keluarga juga harus memperhatikan aspek keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan. Strategi belanja yang baik dapat meminimalisasi pengeluaran yang tak perlu dan mengefektifkan setiap pembelanjaan sehingga menjadi pembelanjaan yang diberkahi baik banyak maupun sedikit. Dalam hal ini, sang ibu memegang peranan penting. Karena itu ia harus menjadi pembelanja keuangan yang cerdas dan bijaksana. Ia tidak hanya harus memahami hukum syariah, tetapi juga memahami kondisi kebutuhan keluarga (termasuk masalah gizi makanan, misalnya) dan ketersediaannya di pasar (tempat perbelanjaan).
Amar Makruf Nahi Mungkar
Sebagai sebuah kefasadan, kebijakan menaikkan harga BBM yang berimbas pada kesulitan hidup haruslah dikoreksi. Setiap Muslim, baik yang terkena dampak maupun yang tidak, harus berperan serta menghilangkan kefasadan tersebut. Oleh karena itu, amar makruf nahi mungkar harus menjadi bagian integral dari sikap Muslim dalam menghadapi krisis ekonomi.
Kebijakan menaikkan harga BBM adalah tindakan mungkar penguasa. Allah SWT telah mewajibkan setiap Muslim untuk mencegah kemungkaran (Lihat: QS at-Taubah [9]: 71). Amar makruf nahi mungkar akan mengantarkan mereka yang berada dalam kesempitan untuk mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan dari Allah SWT. Golongan ini tentu istimewa karena mereka bukan saja harus bertahan dari gempuran krisis, tetapi juga melakukan aktivitas lain yang lebih berat, yaitu mengubah keadaan dengan beramar makruf nahi mungkar terhadap penguasa.
Alhasil, sungguh beruntung orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah SWT. Dengan itu mereka mampu bertahan (bersabar dan bersyukur) dan berjuang. Semua itu tentu membutuhkan pengorbanan yang berlipat. Hanya orang-orang yang memahami strategi yang benar dalam menghadapi krisis saja yang sanggup melalui jalan ini.
Karena itu, mari kita berlomba-lomba menjadi manusia unggul dan mulia di sisi Allah SWT, yang tak hanya mampu bertahan, namun memberi kebaikan bagi manusia lain.
Selamat berjuang! Daulah Khilafah di depan mata!