Tatkala Mulkan Jabariyyah Diposisikan sebagai Mulkan Adhon, Berbahayakah?
MUSTANIR.net – Ahlus sunnah wal jama’ah telah sepakat menaati pemerintahan Islam adalah sebuah kewajiban. Haram hukumnya memberontak serta keluar dari wilayah pemerintahan ulil amri kaum muslimin. Karena itu sebuah tindakan keluar dari aturan yang diajarkan para salafus shalih.
Kisah yang terjadi pada Imam Ahmad bin Hambal yang memilih untuk menerima hukuman dalam mempertahankan pendapat bahwa al-Qu`ran itu adalah kalamullah menjadi cermin bagi pengikut ahlus sunnah dari masa ke masa. Bahwa dalam menghadapi pemerintahan Islam yang menerapkan hukum Allah dan menjadikan al-Qur`an dan sunnah sebagai asas negara, maka diam serta taat meski dizalimi adalah pilihan utama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang dipenjara karena fitnah dari kalangan ahlul bid’ah, namun tidak mengerakkan muridnya untuk memberontak. Padahal Ibnu Taimiyyah memiliki ribuan murid yang sangat mampu untuk bisa digerakkan. Akan tetapi mengapa ia lebih memilih untuk menerima tindakan penguasa saat itu?
Rasulullah ﷺ bersabda:
يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّة لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Akan ada sepeninggalku para penguasa yang tidak meneladani petunjukku dan tidak mengamalkan sunnahku, dan akan muncul di antara mereka (para penguasa) orang-orang yang hati-hati mereka adalah hati-hati setan dalam jasad manusia.”
Aku (Hudzaifah) berkata, “Bagaimana aku harus bersikap jika aku mengalami hal seperti ini?”
Rasulullah ﷺ bersabda, “Engkau tetap dengar dan taat kepada pemimpin itu, meskipun punggungmu dipukul dan hartamu diambil, maka dengar dan taatlah.” (Riwayat Muslim dari Hudzaifah Ibnul Yaman raḍiyallāhu ʿanhū)
Ubadah bin Shamit berkata:
دَعَانَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَبَايَعْنَاه فَكَانَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِى مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
“Rasulullah ﷺ menyeru kami, lalu kami pun membai’at beliau, maka di antara yang beliau ambil perjanjian atas kami adalah, kami membai’at beliau untuk senantiasa mendengar dan taat kepada pemimpin, baik pada saat kami senang maupun susah; sempit maupun lapang, dan dalam keadaan hak-hak kami tidak dipenuhi, serta agar kami tidak berusaha merebut kekuasaan dari pemiliknya.”
Beliau bersabda, “Kecuali jika kalian telah melihat kekafiran yang nyata, sedang kalian memiliki dalil dari Allah tentang kekafirannya.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Al-Imam Abu Ja’far ath-Thahawi raḥimahullāh berkata:
ولا نرى الخروج على أئمتنا وولاة أُمورنا ، وإن جاروا ، ولا ندعوا عليهم ، ولا ننزع يداً من طاعتهم ونرى طاعتهم من طاعة الله عز وجل فريضةً ، ما لم يأمروا بمعصيةٍ ، وندعوا لهم بالصلاح والمعافاة
“Kami tidak memandang bolehnya memberontak kepada para pemimpin dan pemerintah kami, meskipun mereka berbuat zalim. Kami tidak mendoakan kejelekan bagi mereka. Kami tidak melepaskan diri dari ketaatan kepada mereka dan kami memandang ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah sebagai suatu kewajiban, selama yang mereka perintahkan itu bukan kemaksiatan (kepada Allah). Kami doakan mereka dengan kebaikan dan keselamatan.” (Matan al-‘Aqidah ath-Thahawiyah)
Hal ini berlaku tatkala posisi dari kekuasaan yang berjalaan di saat pemerintahan yang berjalan adalah pemerintahan Islam. Menjalankan syariah Allah mengunakan sistem khilafah atau daulah Islam yang telah diterangkan dalam kitab siyasah yang dikarang oleh para ulama ahlus sunnah.
Karena kezaliman yang dilakukan oleh para penguasa saat itu adalah karena kemaksiatan dalam diri, akan tetapi sistem yang masih dijalankan adalah sistem Islam, yaitu dengan cara khilafah al-Islamiyah. Periode ini disebut oleh ulama sebagai periode mulkan adhon (مُلْكًا عَاضًّا) atau raja yang menggigit. Artinya, saat itu kekuasaan Islam masih tegak meskipun ada beberapa oknum yang bertindak zalim.
Akan tetapi masa sekarang ini bukan lagi masa mulkan adhon (مُلْكًا عَاضًّا) atau raja yang menggigit. Saat ini khilafah Islam telah runtuh, kekuasaan Islam tak lagi ada, sedangkan kaum muslimin pecah belah, menjalankan pemerintahannya ganti dengan hukum yang dibuat oleh manusia, meniru gaya kaum kafir. Masa ini di sebut dengan mulkan jabariyyah.
Ini berdasarkan hadist Rasulullah ﷺ:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّا فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
“Masa (1) kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya, setelah itu datang masa (2) kekhalifahan mengikuti pola (manhaj) kenabian, selama beberapa masa hingga Allah mengangkatnya, kemudian datang masa (3) raja-raja yang menggigit selama beberapa masa, selanjutnya datang masa (4) raja-raja/para penguasa yang memaksakan kehendak (diktator) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah, setelah itu akan terulang kembali (5) kekhalifahan mengikuti pola (manhaj) kenabian.” Kemudian Rasulullah ﷺ terdiam. (Riwayat Ahmad no. 17680, at-Thayalisi No 433, al-Haistami dalam Majma az-Zawaid , at-Tabrani dalam al-Aushat, dan perawinya adalah siqoh dan di nyatakan oleh Syaikh Albāny dalam silsilah al-hadist as-shahih)
Para ulama ahli sejarah menerangkan:
• Babak I
Kenabian النُّبُوَّةُ terbagi dua: (1A; Selama 13 tahun kepemimpinan kaum kafir musyrik, dan 1B; Selama 10 tahun kepemimpinan Nabi Muhammad ﷺ).
• Babak II
Kekhalifahan mengikuti pola (manhaj) kenabian خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ (Selama 30 tahun kepemimpinan Khulafa ar-Rasyidin; Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib).
• Babak III
Raja-raja yang menggigit مُلْكًا عَاضًّا (selama 13 abad kepemimpinan kaum muslimin; Bani Umayyah, Bani Abbasiyah dan Kesultanan Turki Utsmani berakhir 1924/1342 H).
• Babak IV:
Para penguasa yang memaksakan kehendak (diktator) مُلْكًا جَبْرِيَّا (kepemimpinan kaum kafir sudah berlangsung sejak 1924).
• Babak V:
Kekhalifahan mengikuti pola (manhaj) Kenabian خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ (kepemimpinan kaum mu’minin
Dari sini sangatlah jelas bahwa posisi sekarang umat Islam ini berada pada posisi mulkan jabriyyah. Sedangkan bersangkutan sikap umat Islam terhadap mulkan jabariyyah telah dijelaskan oleh Rasulullah dalam hadistnya.
Dari Abu Said al-Khudry raḍiyallāhu ʿanhū, ia berkata, “Rasulullah berdiri di tengah kami dalam salah satu khutbah yang diantara beliau bersabda,
‘Ketahuilah aku hampir saja di panggil (oleh malaikat maut) lalu aku penuhi panggilan tersebut. Sesudahku kelak kalian akan dipimpin oleh penguasa yang berkata berdasarkan landasan ilmu dan berbuat berdasarkan ilmu. Menaati mereka merupakan ketataan yang benar kepada pemimpinnya, dan kalian akan berada dalam kondisi selama beberapa waktu lamanya.
Setelah itu kalian akan dipimpin oleh para penguasa yang berkata bukan berdasarkan ilmu dan berbuat bukan berdasarkan landasan ilmu. Barang siapa menjadi penasihat mereka, berati ia telah binasa dan membinasakan orang lain. Hendaklah kalian bergaul dengan mereka secara fisik, namun janganlah perbuatan kalian mengikuti kelakuan mereka. Persaksikanlah siapa yang berbuat baik di antara mereka sebagai orang yang berbuat baik dan orang yang berbuat buruk di antara mereka sebagai orang yang buruk’.” (Riwayat Thabrani al-Baihaqi, Syaikh Albāny menyatakan hadits ini shahih)
Hadist ini menerangkan sikap ahlus sunah wal jama’ah terhadap para pemimpin yang menuhankan hawa nafsu, meninggalkan hukum Allah, dan mengambil cara pemerintahan kafir dalam melaksanakan pemerintahannya. Yang bisa jadi secara individu di antara mereka masih ada yang baik, akan tetapi karena pemerintahannya meninggalkan hukum Allah, maka menjauhinya adalah sebuah keamanan diri dari fitnah.
Dari sini sangalah jelas, sikap kaum muslimin terhadap sebuah pemerintahan Islam meskipun sebagai mulkan adhon dengan pemerintahan yang melepaskan sistem Islam dengan sebutan mulkan jabariyyah. Karena yang satu wajib taat dalam suka dan duka, yang satunya wajib jauh dan menjauhinya.
Maka jelas sudah, tatkala ada seorang ulama atau ustadz salah memahami dirinya kini hidup pada masa apa dan dalam pemerintahan apa, tentu akan terjadi kerancuan yang sangat besar. Kerusakan yang menjadi-jadi dan pengkhianatan yang tiada henti.
Di antaranya memahami zaman sekarang ini, mulkan jabariyyah diposisikan sebagai mulkan adhon maka akan muncul para ulama yang menjilat penguasa yang jahat. Para mujahidin yang beramar ma’ruf nahi munkar dianggap khawarij. Para ulama yang menasihati dianggap sebagai ekstremis dan yang bahaya lagi, banyak masyarakat awam yang seharusnya bisa bergerak berdakwah dan berjihad justru malah bela mati demi mulkan jabariyyah.
Naudzubillah mindzalik.
Sungguh berbahaya bila sampai kita salah memahami sebenarnya kita ini berada di periode mana kita hidup, karena secara otomatis kita akan salah langkah. Tentu saja fitnah akan tersebar di mana-mana, di saat itulah para ahlus sunnah wajib mengingat nasihat Rasulullah:
َ“Sungguh akan terurai ikatan Islam simpul demi simpul. Setiap satu simpul terlepas maka manusia akan bergantung pada simpul berikutnya. Yang paling awal terurai adalah hukum, dan yang paling akhir adalah shalat.” (Riwayat Ahmad 21139)
Maka bersabarlah dengan kebenaran, dan istiqamahlah dalam perjuangan Islam hingga akhir hayat. Karena bersabar dalam kebenaran adalah anugerah terindah umat akhir zaman.
إِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ الصَّبْرُ فِيهِ مِثْلُ قَبْضٍ عَلَى الْجَمْرِ لِلْعَامِلِ فِيهِمْ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِهِوَزَادَنِي غَيْرُهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْهُمْ قَالَ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْكُمْ
“Sebab di belakang kalian ada hari-hari (yang kalian wajib) bersabar, sabar pada saat itu seperti seseorang yang memegang bara api, dan orang yang beramal pada saat itu pahalanya sebanding dengan lima puluh kali amalan orang yang beramal seperti amalnya.”
Ia menambahkan untukku, “seperti amalan selainnya.”
Abu Tsa’labah bertanya, “Wahai Rasulullah, seperti pahala lima puluh orang dari mereka?” Beliau menjawab, “(Bahkan) seperti pahala lima puluh orang dari kalian.” (Riwayat Abu Dawud 3778)
Semoga kita tidak termasuk orang yang salah faham dalam melihat zaman. Sehingga kita bisa benar dalam menerapkan perjuangan, dan benar dalam beramar ma’ruf nahi munkar, dan menjauhkan kita menjadi penjilat penguasa mulkan jabariyyan. []
Sumber: Abdullah Protonema al-Islamy