Nasrani dan Islam: Agama Misi Terus Bertanding

Oleh: Ilham Kadir

AGAMA Nasrani atau Kristen adalah agama yang asalnya berpandu pada Kitab Injil yang dibawa oleh Nabi Isa ‘alaihissalam. Agama ini pada dasarnya memiliki ajaran inti mentauhidkan Allah, karena dengan itulah para nabi dan rasul diutus, mengesakan Allah dan menjauhi taguht.

Taghut adalah istilah segala bentuk sesembahan selain Allah.Kullu ma ‘ubida bighairillah’, maka, makna hakiki ‘La ilaha illallah’adalah ‘Tidak ada sesembahan berhak disembah kecuali Allah’.

Namun, seiring berlalunya waktu, penganut agama Nasrani yang telah bercerai menjadi dua bagian, Kristen Katolik dan Kristen Protestan meyakini bahwa, Isa yang hanya diutus untuk mejalankan misi kerasulan didaulat menjadi tuhan yang melebur dalam tiga komponen utama, roh kudus, tuhan bapak, dan tuhan anak.

Keyakinan ini langsung dikoreksi dengan nada keras oleh Al-Qur’an, misalnya, “Sungguh, Al-Masih Isa putra Maryam adalah benar-benar utusan Allah yang diciptakan dengan kalimat-Nya dan disampaikan-Nya kepada Maryam dengan tiupan roh dari-Nya. Maka, berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan janganlah kamu mengatakan, Tuhan itu tiga.” (QS. An-Nisa: 171).

Itu hanyalah salah satu teguran keras Al-Qur’an kepada agama Nasrani agar mereka sadar atas kesesatan dan kekufurannya. Sayang, koreksi Al-Qur’an malah dijadikan alasan utama untuk meletakkan Islam sebagai ‘musuh bebuyutan’.

Sebagaimana kita ketahui, kedua agama ini terus melakukan ‘perang’ baik fisik seperti ‘Perang Salib’ maupun non fisik seperti bertanding untuk memperluas pengaruhnya.

Kristen melancarkan ‘kristenisasi’ di negara-negara berpenduduk muslim termasuk Jazirah Arabia dan Indonesia, pada waktu yang sama Islam menggencarkan dakwahnya di negara-negara berpenduduk Kristen, termasuk Eropa dan Amerika.

Kristen menganggap bahwa Islam tak ubahnya laksana ‘domba-domba sesat’ sedang Islam melihat bahwa Kristen adalah para ‘pelaku maksiat dan munkar’ yang harus diajak ke jalan yang benar.

Dalam prinsip dasar setiap muslim, siapa mengajak pada kebenaran [kebaikan] maka seluruh pahala yang didapatkan orang yang melakukan kebaikan itu, sama dengan orang yang menyuruhnya.

Sebagaimana sabda Nabi, dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda : “Barangsiapa yang mengajak orang kepada suatu petunjuk (jalan yang baik), maka dia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosanya orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2060]

Sejarah perseteruan kedua agama misi ini menarik untuk terus diungkap agar menjadi pelajaran bagi generasi pelanjut.

Islam memang tidak akan lenyap di dunia, tetapi tidak mustahil lenyap dari bumi pertiwi Indonesia, begitu kata, M. Nasir, mantan Perdana Menteri Indonesia.

***

Ibnu Katsir, sebagaimana ditulis oleh Dr. Muhammad bin Abdurrhaman Al-Urafi dalam“Awwalu Lailatin fil-Qabri” menarasikan sebuah kisah heroik yang mencengankan pada peristiwa perang, Islam di bawah kekhalifahan Umar bin Al-Khattab versus Nasrani di bawah kekuasaan Romawi. Dalam barisan kaum muslimin, seorang prajurit muda belia bernama Abdullah bin Khudzafah. Perang pun berkecamuk, dahsyatnya perang itu menyisakan decak kagum panglima Romawi atas keteguhan kaum muslimin dan keberanian mereka menghadapi maut.

Raja Romawi lantas memerintahkan agar pasukan muslimin yang mereka tawan dihadapkan padanya. Mereka pun datang termasuk Abdullah bin Khudzafah yang diseret dengan tangan terantai dan kaki terbelenggu. Setelah diintrogasi, raja sangat kagum atas kecerdasannya. Ia lalu berkata kepada Abdullah, Masuklah ke agama Nasrani, kau akan kubebaskan. Abdullah menolak. Raja tetap menawarinya, Masuklan ke agama Nasrani, kau akan kuberi separo kekuasaanku.

Abdullah tetap menolak, sang raja meningkatkan penawaran, Masuklah ke agama Nasrani, kau akan kuberi separo kekuasaanku dan kuikutsertakan kau dalam pemerintahanku. Abdullah menjawab, Wallahi, andai saja kau berikan seluruh kekuasaanmu dan kekuasaan nenek moyangmu kepadaku, bahkan seluruh kekuasaan Arab dan selainnya, aku tetap tak sudi untuk keluar dari Islam. Raja muntab, Kalau begitu kau akan kubunuh! “Bunuhlah,” tantang Abdullah.

Raja memerintahkan pasukannya agar menyalib Abdullah bin Khudzafah, lalu menyuruh pasukan pemanah untuk melepaskan anak panah ke arah Abdullah. Tetapi raja berpesan, jangan sampai anak panah itu mengenai tubuh Abdullah–hanya untuk menakuti–saat anak panah itu meluncur sekitar tubuhnya, raja tetap menawarinya masuk Islam. Dan, seperti sebelumnya, Abdullah secara tegas menolak dan lebih memilih kematian.

Melihat ketegaran Abdullah, raja memerintahkan agar dia dikembalikan ke penjara. Kali ini, ia tidak diberi makan dan minum, sampai ketika Abdullah hampir mati karena haus dan lapar, mereka menyuguhinya arak dan daging babi. Melihat hidangan haram itu, Abdullah berkata, Wallahi, aku tahu arak dan daging babi ini sebenarnya halal bagiku, tetapi aku tidak ingin orang-orang kafir itu bersorak gembira karenanya. Hidangan itu tidak disentuhnya, dan peristiwa itu dilaporkan pada raja.

Dihadirkanlah seorang wanita penggoda di hadapan Abdullah atas ide sang raja. Masuklah wanita itu ke ruang selnya. Ia beraksi di muka sang jawara, meliuk-liukkan tubuhnya untuk menggoda. Namun sedikit pun Abdullah tidak menoleh kepadanya. Mengetahui sikap Abdullah seperti itu, wanita tersebut keluar sel sambil menggerutu kepada raja dan pasukannya, Kalian telah menyuruhku menggoda seorang lelaki, yang aku tak tahu apakah ia seorang manusia atau seonggok batu. Demi Allah, dia tidak tahu apakah aku seorang perempuan atau lelaki.

Akhirnya raja putus asa membujuk Abdullah. Maka ia pun menyuruh pasukannya membuat tungku api dan memanaskan minyak hingga mendidih. Lalu, Abdullah diberdirikan menghadap minyak yang menggelegak. Setelah itu, didatangkanlan seorang muslim yang juga menjadi tawaran.

Dalam kondisi badan terikat, ia diceburkan ke minyak mendidih hingga jasadnya lenyap ditelah gelegak minyak panas, tulang belulangnya berserakan menyembul ke atas permukaan. Abdullah menyaksikan pemandangan terburuk itu. Di saat demikian, sang raja Romawi kembali mengulang penawarannya, agar Abdullah murtad. Namun, ia tetap tegar dan menolak ajakan raja.

Raja kembali naik pitam, segera memerintahkan supaya Abdullah diceburkan ke tungku agar merasakan panasnya api, air matanya meleleh. Abdullah menangis, raja yang mengetahui hal itu bergembira, karena mengira bahwa lawannya sudah takut dan segera mengalah.

Masuklah ke agama Nasrani, kau akan kubebaskan, tawar Raja. Tidak, jawab Abdullah. Lalu mengapa kamu menangis, tanya raja. Aku menangis karena hanya memiliki satu nyawa, sehingga aku langsung mati ketika diceburkan ke tungku ini. Wallahi, aku ingin memiliki seratus nyawa, yang semuanya kugunakan untuk mati di jalan Allah, seperti kematian yang akan aku hadapi ini.
Raja berkata, “Ciumlah kepalaku, kau akan kubebaskan!” Abdullah menimpali, “Dan kau harus bebaskan pula seluruh kaum muslimin yang kau tawan.” Ya, jawab raja. Abdullah mencium kepala Raja Romawi, dan seluruh tawanan kaum muslimin pun dibebaskan.

Begitulah perjuangan para pendahulu umat ini, keimanannya tidak bisa ditukar dengan apa pun. Kehidupan mereka hanya untuk meninggilan kalimat tauhid (Li i’la’i kalimatillah) dan demi kemuliaan Islam dan kaum muslimin (Li izzatil islam wal muslimin). Maka amat disayangkan jika agama tergadai hanya karena godaan dunia yang terdiri dari harta, tahta, dan wanita. Wallahu A’lam!

Penulis adalah peneliti MIUMI dan Mahasiswa Doktor Pendidikan Islam UIKA Bogo

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories