Pencerdasan dan Penyadaran Politik Islam
MUSTANIR.net – Salah satu perkara penting yang harus ditanamkan di tengah-tengah umat adalah kesadaran politik (al wa’yu as siyâsi). Orang yang buta politik tidak akan sadar bahwa kesulitan ekonomi, tinggi rendahnya biaya hidup, menyebar atau hilangnya penyakit masyarakat, semuanya sangat dipengaruhi oleh keputusan politik, mereka juga tidak peduli bahwa terkurasnya kekayaan umat, melemahnya nilai tukar mata uang, itu juga akibat keputusan politik, bukan semata ekonomi.
Membangun kesadaran politik memang banyak hambatannya, orang yang buta huruf relatif mudah diajari daripada orang yang buta politik, karena orang yang buta huruf biasanya merasa bahwa itu adalah kekurangan dirinya, sementara orang yang buta politik, mereka bahkan bisa bangga dengan ‘kebutaannya’ tersebut, bahkan mengajak orang lain untuk seperti dirinya.
Yang dimaksud dengan kesadaran politik bukanlah kesadaran tentang situasi-situasi politik, konstelasi internasional, peristiwa-peristiwa politik, mengikuti politik internasional, atau mengikuti aktivitas-aktivitas politik. Itu semua adalah hal-hal yang melengkapi kesempurnaannya saja.
Kesadaran politik adalah suatu pandangan kepada alam semesta (universal) dengan susut pandang yang khas. Pandangan yang universal tanpa melalui sudut pandang yang khas adalah pandangan yang dangkal, dan bukan merupakan kesadaran politik. Begitu juga pandangan yang bersifat regional adalah pandangan yang sempit, dan tidak membentuk kesadaran politik. Kesadaran politik tidak akan sempurna, kecuali dipenuhinya dua unsur:
Pertama, adanya pandangan yang universal, yang tidak terbatas pada negeri-negeri tertentu.
Ke dua, pandangan tersebut harus bertolak dari sudut pandang yang khas, dari manapun asalnya sudut pandang tersebut, baik itu mabda`/ideologi ataupun ide-ide tertentu.
Hanya saja, jika sudut pandang yang khusus tersebut merupakan suatu mabda`, maka kesadaran politik yang terbentuk akan bersifat langgeng (fixed), tidak akan bergeser atau berubah dari tujuan yang akan dicapainya. Bagi seorang muslim, sudut pandang ini seharusnya adalah akidah Islam. Kalimat Lâ Ilâha IllaLLâh Muhammadur Rasûlullah-lah yang akan menjadi dasar/asas pandangannya sekaligus menjadi sudut pandang dalam melihat berbagi fenomena, dengannya dia berpijak, dengannya dia ingin hidup dan dengannya pula dia ingin kelak dibangkitkan di yaumul makhsyar.
Perjuangan; Buah Kesadaran Politik
Suatu kesadaran politik, dengan sendirinya memastikan adanya perjuangan pada diri manusia yang dikerahkan untuk membentuk persepsi tertentu tentang kehidupan dimanapun dia berada. Pembentukan persepsi ini merupakan tanggung-jawab utama yang diemban oleh orang-orang yang telah memiliki kesadaran politik. Ia tidak akan merasa tenang, kecuali menghadapi segala macam kesulitan untuk memenuhi tanggung jawabnya.
Orang yang memiliki kesadaran politik, pasti akan menerjunkan diri dalam kancah perjuangan melawan setiap pandangan yang berlawanan dengan pandanganan/persepsinya. Sekaligus melakukan perjuangan untuk menanamkan pandangannya di tengah-tengah masyarakat.
Maka dari itu, orang yang memiliki kesadaran politik akan berbenturan dengan berbagai problem pada saat dia bersinggungan dengan fakta, manusia, dan juga problem-problem kehidupan yang tidak selaras dengan pandangan politiknya.
Tidak heran jika Rasulullah SAW akhirnya bersitegang dan berbenturan dengan masyarakat Arab saat itu, ini tidak lain karena Beliau bukan saja berupaya menanamkan pandangan Islam di masyarakat, namun juga melawan dan menjelaskan kekeliruan pandangan masyarakat ketika itu.
Hati-Hati Menafsirkan Realitas
Jika realitas di masyarakat tidak sesuai dengan sudut pandang politik seseorang, maka orang yang memiliki kesadaran politik tentu akan mengalami benturan pandangan dengan masyarakat tersebut.
Hanya saja, karena dia berpegang teguh dengan sudut pandang yang khusus, juga karena adanya perasaan dan kecenderungan tertentu terhadap sudut pandang itu, baik kecenderungan itu muncul secara alamiah maupun ideologis, maka dikhawatirkan –jika dia tidak menyadari— dia akan memberi warna atas realitas dengan warna yang dia inginkan, akan menafsirkan pemikiran sesuai dengan yang dia kehendaki, atau akan memahami berita sesuai dengan kesimpulan yang ingin dia peroleh.
Karenanya, dia wajib berhati-hati dari dominasi kecenderungannya terhadap berbagai pendapat dan berita. Sebab, kecintaan dirinya pada sesuatu, atau pada sebuah partai, atau pada sebuah ideologi, mungkin saja mengakibatkan dia menafsirkan suatu pendapat sebagai benar padahal dusta, atau mengkhayalkannya sebagai dusta padahal benar. Karena itu, seseorang yang berkesadaran politik harus mempunyai kejelasan akan perkataan yang dia ucapkan atau aktivitas yang dia lakukan.
Adapun yang berkaitan dengan fakta, baik berupa benda-benda maupun kejadian-kejadian, dia harus memahaminya secara inderawi dan menginderanya secara logis, namun harus tetap objektif sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang dia kehendaki. Adapun yang berkaitan dengan pemikiran, dia harus memahaminya secara objektif lalu memindahkan dari benaknya ke luar benak dan melihat dengan mata hatinya fakta yang dia gambarkan mengenai pemikiran itu, lalu memahami pemikiran itu sesuai dengan pandangannya terhadap fakta yang ditunjukkan pemikiran, secara objektif sesuai dengan apa yang ada, bukan sesuai dengan apa yang dikehendakinya.
Memang benar terkadang suatu ungkapan bisa berupa ungkapan metaforis (majas), alegoris (perumpamaan), atau sindiran (kinayah). Suatu ungkapan kadang berupa sebuah kalimat yang maknanya terdapat dalam kalimat itu, bukan terdapat dalam kata-kata yang menyusunnya. Namun semua itu tidak menghalanginya untuk memindahkan ungkapan itu ke luar benak, dan melihat fakta yang ditunjukkan oleh ungkapan itu sesuai dengan makna bahasa dan apa yang dikatakan oleh ahli bahasa tentang maknanya.
Kesadaran politik tidak berarti harus menguasai setiap keadaan yang ada di dunia, segala sesuatu yang menyangkut mabda`, atau menguasai apa yang harus dijadikan sudut pandang tertentu yang bersifat universal. Akan tetapi kesadaran politik cukup ditunjukkan dengan adanya pandangan tertentu yang universal, tanpa memandang apakah pengetahuan yang dimilikinya tentang pandangan tersebut banyak atau sedikit, serta menjadikan pandangan tersebut bertolak dari sudut pandang tertentu, tanpa memandang apakah pengetahuannya tentang sudut pandang tersebut sedikit atau banyak.
Hanya dengan adanya pandangan yang bersifat universal dan sudut pandang tertentu, sudah menunjukkan adanya kesadaran politik. Walaupun tingkat kesadaran itu bisa berbeda-beda, tergantung perbedaan pengetahuan tentang masyarakat dan negara-negara di dunia. Sebab yang dimaksud dengan “pandangan yang bersifat universal ini” adalah terfokus pada “pandangan tentang keadaan manusia” yang hidup di bumi ini. Sedangkan yang dimaksud dengan “pandangan yang bertolak dari sudut pandang tertentu” adalah terfokus pada persepsi yang dimilikinya tentang kehidupan dan dijadikan sebagai sudut pandangnya.
Seseorang tidak dapat dikatakan memiliki kesadaran politik, jika ia mengatakan sesuatu dan berbuat berlawanan dengan apa yang ia katakan; atau ia memiliki pendapat tertentu, tetapi tidak berusaha menerapkannya. Sesungguhnya orang yang menganut suatu ideologi atau suatu ide tertentu yang memiliki kesadaran politik terhadapnya, maka kesadaran itu akan tampak dalam aktivitas perbuatannya, bukan hanya tampak dalam bentuk pidato, tulisan, atau diskusi-diskusi. Selama pemikiran-pemikiran yang dimilikinya belum menjelma dalam aktivitas perbuatannya, maka sudah selayaknya ia maupun orang lain meragukan adanya kesadaran politik tersebut atau paling tidak adanya kesadaran yang benar dalam dirinya.
Pencerdasan Politik
Pencerdasan politik adalah upaya untuk menumbuhkan kesadaran politik, hal ini bisa dilakukan dengan senantiasa melatih keempat hal berikut:
1. Melakukan monitoring peristiwa/berita/informasi-informasi politik.
2. Menguraikan merinci dan dan mengkaji peristiwa/berita/informasi-informasi politik yang dia monitoring.
3. Memberikan pendapatnya berkaitan dengan peristiwa/berita/informasi-informasi politik tersebut kepada manusia.
4. Haruslah pendapatnya bersumber dari sudut pandang khusus yang berkaitan dengan pandangan hidup, yang dalam hal politik Islam, maka semua pendapatnya bersumber dari ‘aqidah Islam.
Harus disadari bahwa memperhatikan urusan kaum muslimin, ke arah mana pemikiran mereka, apa saja rencana-rencana yang akan ditimpakan oleh musuh kepada mereka lalu menyikapinya dengan sudut pandang Islam, dan membongkar makar yang akan ditimpakan kepada umat, semua itu adalah aktivitas yang mulia.
Diriwayatkan dari Hudzaifah RA bahwa Rasulullah bersabda:
مَنْ أَصْبَحَ وَالدُّنْيَا أَكْبَرُ هَمِّهِ، فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ، وَمَنْ لَمْ يَتَّقِ اللَّهَ، فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ، وَمَنْ لَمْ يَهْتَمَّ لِلْمُسْلِمِينَ عَامَّةً، فَلَيْسَ مِنْهُمْ
“Barang siapa yang pada pagi harinya hasrat dunianya lebih besar, maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barang siapa yang tidak takut kepada Allah, maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barang siapa yang tidak perhatian dengan urusan kaum muslimin semuanya maka dia bukan golongan mereka.” (HR al-Hakim dalam al Mustadrak). Allâhu A’lam. []
Sumber: Ustadz Muhammad Taufik Nusa Tajau