Indonesia Jalin Relasi Perdagangan dengan Israel

MUSTANIR.net – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total impor Indonesia dari Israel selama Januari—September 2023 senilai 14,4 juta dolar AS atau setara Rp226,45 miliar (asumsi kurs Rp15.726 per dolar AS). Komoditas impor dari Israel utamanya adalah mesin peralatan mekanis, perkakas, peralatan dari logam tidak mulia, dan mesin perlengkapan elektrik. (CNN Indonesia, 16-10-2023).

Rutin Impor?

Israel memang bukan mitra dagang utama Indonesia. Namun, setiap tahunnya Indonesia ternyata rutin melakukan impor barang dari Israel dengan nilai total belasan hingga puluhan juta dolar Amerika Serikat (AS).

Terkait hal ini, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan, Indonesia memang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Namun hal itu, menurutnya, tidak menghalangi kedua negara untuk bertransaksi. Alasannya, karena relasi ini sifatnya bisnis.

Rincian nilai impor dari Israel ke Indonesia pada 2020 tercatat sebesar 56,5 juta dolar AS. Lalu, pada 2021 nilai impornya mencapai 26,5 juta dolar AS dan pada 2022 mencapai 47,8 juta dolar AS.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Susanto turut menanggapi hal ini. Menurutnya, barang-barang yang diimpor dari Israel kemungkinan terjadi karena adanya negara penghubung sebagai negara ketiga. Masalahnya, Kemendag dalam hal ini tidak dapat mengontrol proses impor barang dari Israel jika melibatkan negara lain yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Nyesek!

Mencermati hal ini, mau tidak mau kita patut menyoroti pengaruh relasi dagang Indonesia-Israel tersebut terhadap solidaritas Indonesia-Palestina sebagai sesama negeri muslim terlebih ketika saat ini Israel tengah membombardir Palestina.

Tambahan lagi, beberapa hari yang lalu beredar berita di sejumlah media bahwa Israel menyewa buzzer dari seluruh dunia termasuk Indonesia untuk memojokkan Palestina. Ini tentu saja berpotensi menyelisihi konsistensi negeri kita yang katanya tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

Pasalnya, di satu sisi, kita mengetahui bahwa menurut sejarah, Palestina adalah negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Tercatat, pada 6-9-1944 Palestina mengakui Indonesia sebagai negara merdeka secara de facto bahkan sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17-8-1945. Pengakuan ini disebarluaskan ke seluruh dunia oleh seorang mufti besar Palestina, Syekh Muhammad Amin al-Husaini.

Atas dasar ini, Indonesia semestinya memiliki semacam utang budi terhadap Palestina sehingga menjadi konsekuensi bagi negeri kita untuk memberikan pembelaan yang serupa. Berpijak dari sejarah tadi pula, biasanya bersamaan dengan memanasnya konflik Palestina-Israel, sebagian kalangan kaum muslim di Indonesia akan menggaungkan narasi “boikot produk Israel”.

Namun, jika memperhatikan relasi bisnis Indonesia-Israel yang bahkan sudah melibatkan pihak ketiga sehingga jelas ini adalah relasi yang serius, tampaknya narasi boikot produk tersebut hanya akan menjadi sebatas gaung sosial-insidental. Semangat membela Palestina di dalamnya bisa menguap begitu saja jika tanpa disertai gaung perubahan sistemis menuju pembebasan hakiki bagi Palestina. Ini benar-benar bikin nyesek!

Perjanjian dengan Israel, Bolehkah?

Mengutip buku “Perjanjian-Perjanjian Internasional dalam Pandangan Islam” (Pustaka Thariqul Izzah, 2002), perjanjian dengan Israel adalah perjanjian yang diharamkan, apa pun bentuknya, baik itu perjanjian dagang, alih-alih perdamaian.

Hal ini setidaknya karena dua alasan. Pertama, karena Israel adalah kaum kafir harbi fi’lan. Kedua, karena haram melakukan perjanjian dengan pihak yang telah merampas tanah kaum muslim.

Berhadapan dengan Israel, semestinya politik yang digunakan bukanlah profesionalitas dagang, melainkan harus (wajib) politik perang. Status Israel yang kafir harbi fi’lan, menjadikannya halal untuk diperangi. Di samping itu, Israel juga telah nyata-nyata merampas tanah kaum muslim Palestina. Sedangkan, status tanah Palestina adalah tanah kharajiyah yang menjadikannya milik kaum muslim hingga hari kiamat.

Hal ini semestinya menjadi alasan kuat bagi Indonesia untuk tidak menjalin hubungan apa pun dengan Israel kendati dengan dalih hubungan dagang, karena Indonesia sudah mengeklaim tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Sebabnya, menjalin relasi antarnegara (meski bukan diplomatik) cepat atau lambat pasti berkonsekuensi terhadap berkembangnya realitas relasi tersebut menuju tingkat yang resmi dan lebih serius.

Khatimah

Sungguh tidak pantas sebuah negeri muslim terbesar di dunia menjalin relasi dengan kaum yang tangannya berlumuran darah syuhada dari negeri para nabi, apa pun alasannya. Jangan pernah melupakan bahwa Yahudi adalah kaum yang jiwanya akan senantiasa membawa kebencian, dendam, dan kemurkaan kepada kaum muslim.

Allah Taala berfirman, “Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rida kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).’ Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah.” (QS Al-Baqarah [2]: 120).

Wallahualam bissawab. []

Sumber: Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

About Author

Categories