Referendum Turki dalam Hegemoni

Referendum Turki dalam Hegemoni

MUSTANIR.COM – Turki menggelar referendum untuk memberikan pilihan kepada rakyatnya terkait sistem pemerintahan yang dianut. Hasil dari referendum tersebut, sebanyak 51,4 persen suara menyatakan “Ya”. Sementara sisanya sebesar 48,6 persen memilih “Tidak”. Hasil ini membuat Presiden Recep Tayyip Erdogan mendapatkan kekuatan lebih untuk berkuasa. Sebab, pernyataan “Ya” berarti menyetujui draf amandemen konstitusi agar mengubah sistem parlementer menjadi sistem presidensial. “Bersama rakyat, kita telah menyadari reformasi paling penting dalam sejarah kami,” kata Erdogan seperti dilansir APF, Senin.

Atas hasil ini, Erdogan berpotensi memimpin Turki hingga 2029 mendatang. Erdogan juga bakal berwenang menunjuk menteri-menteri, mengeluarkan dekrit, mengangkat hakim senior, dan membubarkan parlemen. Adapun posisi perdana menteri ditiadakan sehingga presiden mengontrol penuh birokrasi negara. (detik.com 17/4/2017)

Catatan Untuk Turki

    Sosok Erdogan adalah cerdik dalam ‘memanajemen perasaan rakyat’ agar terus mendukungnya. Erdogan memainkan opini umum kaum Muslim dengan memanfaatkan slogan-slogan sistematis yang melayani kepentingan mereka. Misalnya slogan “Undang-undang Internasional” dan “Jalan Diplomasi”. Terlihat konstitusi sekarang ini merupakan konstitusi kapitalis yang tidak tegak di atas asas Islam. Karenanya perubahan apapun yang dilakukan terhadap model demokrasi Turki tidak akan merubah posisi Turki sebagai Negara sekuler.

    Erdogan sekali lagi sedang mempermainkan perasaan umat Islam, misalkan dengan pernyataan-pernyataan kritis terhadap kebijakan negara pendudukan Zionis. Sementara ia terus melakukan normalisasi ekonomi hubungan dengan negara pendudukan Zionis, padahal Israel terus mengolok-olok kaum Muslim dan menumpahkan darah mereka. Setiap Muslim yang memahami firman Allah SWT: “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (TQS. An-Nisa’ [4] : 141), dan Anda telah melihat sikap Erdogan.

Jika kita tahu bahwa demokrasi dan hak asasi manusia adalah dasar pembentukan politik Turki sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Turki, dan bahwa demokrasi dan hak asasi manusia tidak bertentangan dengan keyakinan umat Islam, seperti yang diklaimkan oleh Para elit politik Turki, maka Turki adalah Negara sekuler. Politik luar negeri Turki pun akan terus tunduk kepada keputusan-keputusan PBB. PBB itu dikendalikan oleh kekuatan imperialis global. Dan berbagai perusahaan multi nasional pun akan terus mengangkangi kekayaan negeri-negeri muslim, termasuk Turki dengan istilah privatisasi, dan itu artinya harga-harga terus naik.

Upaya referendum terhadap konstitusi Turki tidak akan berbeda dari sebelumnya. Hal itu karena amandemen konstitusi yang dilakukan ini ditujukan untuk mengokohkan pemerintahan para pemimpin agen AS. Mengingat posisi Turki cukup strategis bagi AS, selaras dengan keberadaan Turki sebagai kawasan perebutan pengaruh di antara kekuatan imperialisme seperti AS dan Inggris. Secara ringkas, paket amandemen konstitusi dan perubahan format suksesi kekuasaan telah disiapkan oleh orang-orang  sekular demokrat yang loyal kepada Amerika. Maksud tersembunyi di balik ini semua adalah untuk meluaskan kontrol mereka terhadap benteng orang-orang sekular kemalis yang loyal kepada Inggris. Karena itu perubahan yang terjadi saat ini tidak mengandung kemaslahatan bagi kaum Muslim.

    Walhasuil, kami melihat bahwa paket perubahan konstitusi Turki ini hanya melayani kepentingan kaum imperialis dan sebagian politisi saja. Paket konstitusional ini tidak akan mendatangkan kemaslahatan bagi Turki dan penduduknya. Tidak ada kebaikan sama sekali di dalam konstitusi yang tidak terpancar dari kitabullah dan sunnah nabiNya serta tidak mengambil ijmak sahabat dan qiyas. Islam mengharamkan untuk mengambil perundang-undangan dari selain sumber-sumber tersebut.

Kami kustru melihat partaii politik Hizbut Tahrir Wilayah Turki terus menawarkan kepada umat sebuah konstitusi yang komprehensif bagi Turki yaitu Khilafah. Hizbut Tahrir juga menawarkan contoh sistem pemerintahan Islam yang termaktub di dalam buku-bukunya. Hizbut Tahrir di Turki bergerak secara politik, pemikiran dan intelektual menyeru masyarakat dan para ulama umat untuk mengkaji buku-buku tersebut supaya di dalam diri mereka terbentuk pemahaman yang sahih dan jelas atas sistem pemerintahan Islam. Musibah Turki yang telah membentang selama 93 tahun menegaskan bahwa Islam adalah satu-satunya yang layak untuk pemerintahan Turki di bawah Daulah Khilafah. []

Oleh: Umar Syarifudin
(pengamat politik Internasional)

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories