Seberapa Pentingkah Baitul Maqdis Bagi Islam Dan Kaum Muslimin

baitul-maqdis

Seberapa Pentingkah Baitul Maqdis Bagi Islam Dan Kaum Muslimin

Berita sebelumnya di mustanir.com adalah tentang penyerangan kaum muslimin di Palestina dan perusakan Masjidil Aqsha oleh Zionis-Israel.

(Baca: Masjid Al Aqsha Kembali Diserang Oleh Zionis Israel)

Lantas apa saja keistimewaan dan keagungan Masjidil Aqsha sesungguhnya bagi Islam dan kaum muslimin? Mari kita telaah tentang kedudukan Baitul Maqdis menurut Islam.

Alqur`an dalam banyak ayatnya menggambarkan Baitul Maqdis dan Masjidnya dengan barakah, yaitu berupa kebaikan-kebaikan yang selalu bertambah. Allah Azza wa Jalla berfirman:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ

Maha suci Allah Azza wa Jalla yang telah memperjalankan hamba-Nya q pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami barakahi sekelilingnya. [al-Isra`/ 17:1]

Masjidil Aqsha adalah masjid kedua yang dibangun di muka bumi. Disebutkan dalam shahîhaini bahwa Abu Dzar Radhiyallahu anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Wahai Rasulullah, masjid apakah yang pertama kali diletakkan di bumi? Nabi menjawab: al Masjidil Haram, aku bertanya lagi. Kemudian apa? . Nabi menjawab: al Masjidil Aqsha. Aku bertanya. Berapakah jarak antara keduanya? Nabi menjawab. 40 tahun. Kemudian di manapun kalian mendapati waktu shalat, maka shalatlah sesungguhnya ada keutamaan di dalamnya.

Baitul Maqdis tidak akan dimasuki oleh Dajjâl. Diriwayatkan Junâdah Bin Abi Umayyah, dia berkata: kami mendatangi seseorang Anshâr (Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Kami menemuinya dan bertanya :“ Ceritakan kepada kami apa yang engkau dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Kemudian dia menyebutkan hadits tersebut. Di dalamnya ada kalimat ‘ tandanya dia kan tinggal di bumi selama 40 hari. Ia akan menguasai segala penjuru dan ia tidak akan mendatangi 4 masjid, yaitu Ka`bah, Masjid Nabi, Masjid Aqsha dan at Thur.’ [HR.Ahmad dan rijalnya tsiqat] ”

Abu Dzar Radhiyallahu anhu berkata: “ketika bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kami bertanya : ‘manakah yang lebih afdhal, Masjid Rasul “ Nabawi” atau Baitul Maqdis? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: shalat di Masjidku ini lebih afdhal daripada shalat 4 shalat di Baitul Maqdis. Dan hampir saja ada seseorang yang memiliki tanah sepanjang tali kudanya. Dia melihat Baitul Maqdis dari tempat itu adalah lebih baik baginya daripada dunia semuanya atau ia berkata lebih baik dari dunia dan seisinya [HR.Hakim dan dishahihkan oleh adz Dhahabi]

Dalam musnad Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak diperbolehkan mengadakan perjalanan dalam rangka beribadah kepada Allah Azza wa Jalla kecuali pada 3 masjid, yaitu Masjidku (Nabawi), Masjidil Haram, dan Masjidil Aqsha. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hubungan antara masjid-masjid ini serta disyariatkan melakukan perjalanan ke sana dalam rangka beribadah, karena semuanya adalah masjid-masjid kaum muslimin, walaupun kampung halaman dan warna kulit mereka berbeda. Maka, diperbolehkan bagi muslim manapun yang ingin mengadakan perjalanan pada salah satu masjid ini.”Allah Azza wa Jalla melarang safar ke semua tempat, baik masjid maupun lainya dengan tujuan untuk beribadah kecuali pada masjid –masjid yang disebutkan dalam hadits di atas. Hal ini menunjukkan adanya perhatian Nabi terhadap Aqsha yang penuh barakah serta menggabungkan nilai berkahnya dengan barakah 2 masjid yang mulia ini. Ini sebagai bukti bahwa masjid-masjid ini saling berdekatan dalam hal keutamaan dan tempat berlomba untuk meraih pahala. Abu Darda` Radhiyallahu anhu berkata: shalat di Masjidil Haram seninai 100.000 shalat, shalat di Masjidku senilai 1000 shalat.dan shalat di Baitul Maqdis senilai 500 shalat.

Pergi menuju Masjidil Aqsha dengan tujuan shalat di dalamnya akan menghapuskan dosa-dosa dan kesalahan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”tatkala Sulaiman Bin Dawud Alaihissallam selesai membangun Baitul Maqdis, dia meminta kepada Allah Azza wa Jalla 3 hal. Hukum yang sesuai dengan hukum Allah Azza wa Jalla, kerajaan yang tidak pernah diberikan seorangpun setelahnya dan agar seseorang yang mendatangi masjid ini untuk mengerjakan shalat di dalamnya, dosa-dosanya keluar sebagaimana dia keluar dari rahim ibunya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: adapun yang kedua aku telah diberi dan aku berharap akan diberi yang ke-3.[HR.Ahmad, Nasa`i dan Ibnu Majah]

Nabi juga memberikan kabar gembira dengan kemenangan Baitul Maqdis. Diantara yang menguatkan hadits ini adalah hadits Auf bin Malik Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hitunglah 6 hal sebagai tanda kiamat, kematianku dan kemenangan Baitul Maqdis [HR. al-Bukhari]

Al Quds adalah Ibukota (pusat) Khilafah Islamiyah di akhir zaman. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meletakkan tangan diatas kepala Abdullah Bin Hawalah dan berkata : “Wahai Ibnu Hawalah, apabila engkau melihat khilafah telah turun di bumi yang suci, maka telah dekat kegoncangan, kekacauan. dan sesuatu yang besar. Ketika itu kiamat lebih dekat kepada manusia daripada tanganku ini di kepalamu.”[HR.Abu Dawud dan Ahmad]

Sesungguhnya masalah al Quds adalah permasalahan kaum muslimin semuanya, sesuai nash kitabullâh dan sunah rasulnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap muslim mempunyai hak terhadap bumi berkah tersebut, datang ke sana dan wajib menolongnya dalam setiap bentuknya.

Masjidil Aqsha dan Masjidil Haram memiliki hubungan dalam hal sebagai kiblat beribadah bagi kaum muslimin, yaitu dalam hal arah ibadah dalam shalat. Masjidil Aqsha merupakan kiblat para nabi terdahulu. Tidak ada satu nabi pun melainkan ia pasti menampakkan terang-terangan bahwa agamanya adalah islam, walaupun syariat mereka berbeda-beda dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di atas sunah-sunah para nabi sebelumnya.

Allah Azza wa Jalla berfirman :

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ

“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka.” [al-An`am/ 6:90]

Di antara bentuk ittiba` beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka adalah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap Baitul Maqdis dalam shalatnya sebagai bentuk ketaatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada syariat Allah Azza wa Jalla. Hal tersebut terus berlangsung hingga kenabian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Mekah. Beliau melihat ka`bah berada di hadapannya dan sangat ingin menghadap ke sana,akan tetapi hal tersebut tidak diperkenankan untuk beliau karena tidak adanya perintah syariat dari Allah Azza wa Jalla hingga turun firman Allah Azza wa Jalla :

قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.” [al-Baqarah/ 2:144]

Al-Aqsha ini akan harus selalu dijaga walaupun bencana menimpa kaum muslimin, sebagai bentuk penjagaan mereka terhadap Islam dan bukti kesungguhan iman mereka. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَزَالُ طَاِئفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ لِعَدُوِّهِمْ قَاهِرِيْنَ.لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلاَّ مَا أَصَابَهُمْ مِنَ اْلأَوَاءِ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَالِكَ.قَالُوْا : ياَ رَسُوْلَ اللهِ وَأَيْنَ هُمْ؟ قَالَ: بَيْتُ الْمُقَدَّسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمُقَدَّسِ(رَوَاهُ أَحْمَدُ)

”Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku kelompok yang selalu menolong kebenaran atas musuh mereka . orang-orang yang yang menyelisihi mereka tidak akan membuat mereka goyah kecuali orang yang tertimpa al Lawa` (cobaan ) sampai datang kepada mereka janji Allah Azza wa Jalla. Mereka bertanya. Wahai Rasulullah dimanakah mereka? Beliau menjawab.: Baitul Maqdis dan sisi Baitul Maqdis” [HR.Ahmad]

Sesungguhnya al-Quran telah menuliskan kedudukan al Quds tatkala Allah Azza wa Jalla memperjalankan hambanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berjalan dengan kendaraannya menuju Masjidil Aqsha sampai Baitul Maqdis mendapati Nabi Ibrahim Alaihissallam, Musa Alaihissallam, dan Isa Alaihissallam termasuk kumpulan para nabi dan rasul. Beliau mengucapkan salam kepada mereka semuanya, kemudian beliau dinaikkan ke langit dan melihat tanda-tanda kebesaran Allah Azza wa Jalla. Setelah beliau pulang dari perjalanannnya yang penuh berkah tersebut beliau memberi kabar kepada kaumnya. Sebagian mereka ada yang membenarkannya dan sebagian yang lain ada yang mendustakannya. Sebagian mereka pergi menemui Abu Bakar As Shidiq Radhiyallahu anhu dan mengabarkannya kepada beliau. beliau menjawab, “Demi Allah, jika yang berkata adalah Rasulullah, maka dia jujur ”.ada yang bertanya: “Apakah engkau juga membenarkan muhammad dengan berita ini” ?. Abu Bakar Radhiyallahu anhu menjawab: “Aku akan percaya walaupun beliau membawa kabar yang lebih besar dari kabar ini”.

Apabila Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi gambaran kepada mereka, Abu Bakar Ash Shidiq Radhiyallahu anhu mengatakan: Engkau benar! Aku bersaksi engkau adalah utusan Allah Azza wa Jalla. kemudian beliau bersabda: “Aku masuk masjid dan shalat 2 rekaat, kemudian keluar tiba-tiba Jibril datang kepadaku dengan bejana khamer dan bejana susu. Maka aku pun memilih bejana susu. Jibril berkata: engkau memilih sesuatu yang sesuai fitrah”. [HR Ahmad].

Diriwayat Abû Umâmah dalam at Thabrani secara mursal dikatakan, “Kemudian shalat ditegakkan kemudian mereka mendatangi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shalat sebagai imam bagi para nabi seluruhnya di Masjidil Aqsha. Demikianlah kepemimpinan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap para Nabi dan Rasul di tempat suci ini sebagai bentuk pemberitahuan bahwa beliau adalah penutup risalah-risalah langit dan bahwa risalahnya adalah sebagai penutup serta beliau adalah Nabi dan Rasul terakhir”

Kejadian isrâ` dan mi`râj seharusnya menjadi tanggungjawab kaum muslimin di seluruh dunia ini, sebagai amanah terhadap al Quds asy Syarîf. Melalaikannya termasuk melalaikan agama Allah Azza wa Jalla dan kelak Allah Azza wa Jalla akan menanyakan kepada kaum muslimin jika mereka melalaikan haknya atau tidak menolong dan mengembalikan haknya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi, 12/Tahun Xii/1430/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories