Bahayanya Ikuti Suara Terbanyak
MUSTANIR.net – Mengikuti suara terbanyak dalam memutuskan berbagai perkara tentu saja sangat berbahaya.
Hal itu diungkapkan Pimpinan Pondok Pesantren al-Ukhuwah al-Islamiyah Semarang KH Ainul Yaqin dalam Liqo Syawal Ulama Aswaja Regional Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta: ‘Sengketa Demokrasi, Pelajaran Berharga untuk Kembali pada Syariat Allah, Khilafah Bukan Sekadar Kebutuhan, Tetapi Kewajiban’, Ahad (28/4) di kanal youtube.com/MultaqoUlamaAswajaTV
“Karena Allah ingatkan kepada kita dalam surah al-An’am ayat 116, Jika kamu taati kebanyakan manusia di muka bumi pasti mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah subḥānahu wa taʿālā,” ujarnya.
Hal itu terjadi, jelasnya, lantaran kebanyakan manusia itu tidak tahu, bodoh, dan kebanyakan manusia itu kafir.
“Kalau kita bicara manusia di dunia itu berapa? 7 miliar sekarang, yang Muslim berapa miliar? 2 miliar. Dari 2 miliar yang Muslim, shalat 5 waktu itu berapa? Yang shalat 5 waktu yang khusyuk itu berapa? Karena ini bahayanya kalau kita mengikuti mayoritas maka hawa nafsu pastinya,” tegasnya.
Jika sudah hawa nafsu, ujarnya, maka dipastikan otoriter, sedangkan akal pasti digunakan untuk mengikuti hawa nafsu, dan yang terjadi adalah kelicikan bukan kecerdikan.
“Itulah yang terjadi sekarang, jadi bukan kecerdikan tapi kelicikan, kenapa karena akal melayani nafsu, nafsu yang mimpin pasti otoriter,” ungkapnya.
Jika sudah semakin otoriter, katanya, maka akan lebih dekat dengan tsuma takunu khilafah ala minhajin nubuwwah (kemudian tegak khilafah yang mengikuti metode kenabian).
“Tapi ya bukane ya wes ben wae ben tambah otoriter (Tapi ya bukannya sudah biarkan saja, biar tambah otoriter) ya bukan begitu, karena yang diperintahkan adalah kita menyikapinya bukan membiarkannya dan sikap kita harus sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Baginda Rasulullah ﷺ,” tuturnya.
Islam
KH Ainul Yaqin masih di forum yang sama mengungkapkan hanya Islam yang bisa membebaskan manusia dari belenggu nafsunya, karena Allah sampaikan melalui rasul-Nya, “Tidaklah beriman salah seorang kalian sampai nafsunya tunduk dengan apa yang aku bawa”.
“Maka berarti akalnya harus ditundukkan kepada syariat, nafsunya juga begitu,” bebernya. Menurutnya, nafsu itu harus dipaksa untuk tunduk pada syariat Islam.
“Kalau di dalam Islam kedaulatan itu di tangan syariat maka nafsu harus dipaksa tunduk pada syariat. Nah, akal dia akan menjadi selamat, kalau dia akal itu tunduk dengan hukum Allah subḥānahu wa taʿālā,” pungkasnya. []
Sumber: Setiyawan Dwi