Tak Sekadar Mengakhiri Masa Lajang
Tak Sekadar Mengakhiri Masa Lajang
Anda masih lajang? Sudah mampu secara mental, fisik, dan finansial? Menikahlah. Karena menikah tidak sekadar mengakhiri masa lajang. Allah Subhanawata’ala mendorong hambanya untuk menikah dengan visi yang mulia.
Menikah = Regenerasi Ketakwaan
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.” (Q.S. An-Nisa: 1)
Allah Subhanawata’ala memerintahkan kepada seluruh manusia agar bertakwa, inilah frame besar seluruh aktivitas manusia di dalam menjalani kehidupan di dunia. Ini pulalah esensi dari Allah menciptakan manusia dari diri yang satu (Adam) kemudian Allah ciptakan istrinya (Hawa). Yang dengan hadirnya pasangannya itu kemudian proses berkembangbiaknya manusia pun dimulai. Ya.. kita semua berasal dari ayah dan ibu yang sama. Dalam ketakwaan dan dengan menggunakan nama Allah lah kita saling meminta satu sama lain. Inilah hakikat dari berkembang biaknya manusia di muka bumi ini. Melakukan regenerasi ketakwaan. Di mana hubungan kasih sayang itu dibangun dan dijaga. Karena ada Allah yang selalu menjaga dan mengawasi semua aktivitas kita.
Selalu Ada Standar Nilai
Di kantor, di sekolah, dan dimana pun kita berada, selalu ada standard nilai yang dijadikan sebagai sebuah acuan untuk menilai kinerja atau prestasi seseorang. Allah pun sebagai pemilik alam ini memiliki standard nilai terhadap setiap hambanya. Allah menyebutnya dengan takwa.
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”(Q.S Al Hujurat:13).
Ketakwaan adalah sebuah standard nilai yang Allah berikan terhadap seberapa banyak seseorang mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah Azza Wajalla dan sejauh apa kemampuannya untuk dapat mengetahui segala macam bentuk larangan Allah Subhanawata’ala.
Regenerasi Ketakwaan Versus Makar Iblis
Setelah iblis meminta kepada Allah agar ia ditangguhkan hingga hari Kiamat dan Allah Subhanahu wata’ala pun menjawab:
“Sesungguhnya engkau termasuk golongan yang diberi tangguh”. Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan daribelakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”. Allah berfirman: “Keluarlah kamu dari surge itu sebagai orang yang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa diantara mereka mengikuti kamu, benar-benar aku akan mengisi neraka Jahannam dengan kamu semuanya.” (Q.S. Al A’raf: 16-18)
Regenerasi ketakwaan itu tidak mungkin berjalan dengan mulus. Karena Iblis sudah bersumpah untuk tidak membiarkan anak cucu Adam berjalan di jalan yang lurus. Iblis dan bala tentaranya akan mendatangi anak cucu Adam dari segala penjuru. Agar mereka semua tersesat dan menolak untuk taat kepada Allah. Dan Allah pun telah menegaskan siapapun yang mengikuti langkah-langkah iblis, maka Allah akan tempatkan mereka semua di neraka jahanam.
Iblis akan melakukan langkah-langkah untuk mencegah terjadinya kesinambungan ketakwaan. Berbagai strategi akan dilakukan untuk membuat anak cucu Adam jauh dari ketaatan kepada Allah Subhanawata’ala dan membuat kita semua melanggar apa-apa yang telah menjadi larangan Allah.
“Warning” dari Allah
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yangkamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Q.S. Al A’raf: 27)
Allah Subhanahu wata’ala mengingatkan kepada kita tentang sebuah peristiwa masa lalu yang dialami ibu dan bapaknya seluruh manusia, Adam dan Hawa. Sebuah peristiwa yang Allah abadikan di dalam Al Quran agar senantiasa diingat oleh hamba-hamba-Nya bahwa ayah dan ibu kita dahulu harus keluar dari surga karena tertipu oleh bujuk rayu syaithon. Ini adalah sebuah peristiwa monumental yang harus menjadi pelajaran bagi seluruh manusia. Mereka selalu memantau dari suatu tempat di mana tidak satupun manusia dapat melihat. Dia memantau setiap gerak-gerik kita. Mencari saat yang tepat untuk bisa menggelincirkan kita dari jalan ketakwaan.
Inilah Target Capaian Misi Iblis
“Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil.” (Q.S. Al Isra’: 62)
Target yang luar biasa dari makhluk yang sombong dan ingkar ini. Mereka sama sekali tidak berupaya memperbaiki dirinya dan menyesali perbuatannya. Secara sadar bahkan ia menentang Allah Subhanawata’ala dengan janjinya di hadapan Allah untuk menyesatkan manusia dan seluruh anak keturunannya. Bahkan dengan pongah ia berani mengatakan kalaupun ada yang gagal untuk dia gelincirkan ke neraka bersama dengan dirinya, mestilah jumlahnya akan sangat kecil.
Oleh sebab itu, ketika seseorang mulai memikirkan sebuah rencana untuk melakukan pernikahan, sesungguhnya ia telah melakukan upaya untuk regenerasi ketakwaan. Hal itu sangat dibenci oleh Iblis dan para pengikutnya. Bukankah ketika ia memutuskan untuk menikah itu artinya ia berusaha menutup sekian banyak pintu zina? Sebuah keputusan dimana ia ingin menempatkan kebutuhan hawa nafsunya pada tempat yang halal dan itu merupakan ibadah di mata Allah Subhanawata’ala. Bahkan seorang ayah yang berprofesi sebagai penjahat sekalipun pada saat ia memiliki anak, ia tidak ingin anaknya tersebut mengikuti langkah sang ayah.
Jadi, menikah sesungguhnya bukan hanya sekadar melepas masa lajang.