Toleransi di Indonesia Bertabrakan dengan Syariat Islam

MUSTANIR.net – Ahli Fikih Islam KH Shiddiq al-Jawi, M.Si menilai toleransi di Indonesia dibentuk bukan berdasarkan aturan-aturan dari Islam. Sehingga, konsep toleransi hanya akan bertabrakan dengan syariat Islam.

“Jadi, konsep toleransi di Indonesia dikaitkan dengan syariat Islam bertabrakan,” ujarnya di kanal youtube.com/ngajishubuh berjudul Toleransi Islami vs Toleransi Liberal, Jumat (27/12/2024).

Kiai Shiddiq mengatakan bahwa pemahaman toleransi di Indonesia dimaksudkan untuk menciptakan kerukunan dalam beragama. “Tapi, dirukunkan dengan aturan-aturan yang bukan syariat Islam, tetapi aturan dari mereka (pemerintah Indonesia),” mirisnya.

Jadi menurutnya, konsep toleransi di Indonesia berasal dari Eropa, disebut konsep toleransi liberal atau toleransi sekuler. Alhasil, konsep toleransi yang dianut di Indonesia tidak berlaku untuk semua orang atau semua agama. Hal tersebut lantaran konsep toleransi di Indonesia muncul dalam konteks masyarakat Eropa yang dilatarbelakangi terkait konflik agama.

Tiga Perbedaan Toleransi Islam dengan Toleransi Liberal di Indonesia

“Perbedaan tegas toleransi liberal dengan toleransi Islam, ada tiga parameter untuk membandingkan,” ujarnya.

• Pertama, dalam hal akidah, toleransi liberal dasar gagasannya ialah sekularisme, namun di dalam toleransi yang Islami, akidahnya menggunakan akidah Islam. “Sekularisme memandang agama harus dipisahkan dari kehidupan, khususnya dari negara dan politik,” ujarnya.

“Jadi orang-orang Barat itu bisa dipastikan pikirannya sekuler, disatukan dengan agama tidak bisa. Itu pikiran orang Barat sudah baku, karena mereka punya pengalaman, khususnya konflik antaragama yang keras, antara Katolik dan Protestan pada tahun 1572,” jelasnya.

Berbeda dengan toleransi Islam, Kiai Shiddiq menekankan, di dalam akidah Islam tidak mengenal pemisahan agama dari kehidupan. “Kita diperintahkan oleh Allah subḥānahu wa taʿālā di dalam al-Baqarah ayat 208 untuk berislam secara kaffah. Baik ajaran Islam tentang ibadah maupun politik. Itu semua bagian agama Islam, tidak ada pemisahan,” tegasnya.

• Ke dua, terkait pandangan terhadap kebenaran agama, ia menjelaskan, di dalam toleransi liberal menggunakan ajaran relativisme. Di mana ajaran tersebut memandang kebenaran agama sifatnya relatif atau tidak mutlak, sehingga tidak diperbolehkan adanya klaim kebenaran agama.

“Dalam Islam hanya Islam agama yang benar, selain agama Islam tidak benar. Ini bukan pendapat pribadi tetapi firman Allah. Jadi relativisme sangat merusak akidah, ini bahayanya toleransi liberal,” ungkapnya.

• Ke tiga, tentang pengaturan hubungan antaragama, ia mengatakan, dalam toleransi liberal diwakili ajaran pluralisme, di mana dalam kehidupan bermasyarakat dengan berbagai identitas suku atau agama diatur dengan prinsip demokrasi.

“Jadi aturan digunakan di dalam masyarakat supaya rukun, konsekuensinya aturan bersumber dari mereka, bukan dari agama. Ini sangat berbeda dengan toleransi Islam yang diberlakukan syariat Islam untuk mengatur interaksi antar umat beragama,” terangnya. Sehingga, ia menegaskan, konsep toleransi liberal yang kini digunakan di Indonesia berasal dari Eropa, jadi tidak bisa umat Islam menerapkannya, karena akan bertabrakan dengan syariat Islam.

“Jadi, tidak bisa dipaksakan kepada umat Islam. Kita disuruh mengamalkan, ‘Ayo amalkan toleransi ini.’ Tetapi toleransinya menurut mereka landasannya sekularisme, relativisme, dan pluralisme,” pungkasnya. []

Sumber: Tinta Siyasi

About Author

Categories