
Xenofobia
MUSTANIR.net – Xenofobia adalah rasa tak suka atau prasangka terhadap orang dari negara lain. Biasanya bangsa yang pikirannya telah diracuni dengan paham rusak; nasionalisme, patriotisme, wathaniyyah dan asobiyyah, paling mudah terhasut dan dijangkiti penyakit xenofobia.
Nasionalisme dan asobiyyah adalah paham yang bertentangan dengan ajaran Islam karena ia mengikat dan menyatukan manusia atas dasar bangsa dan keturunan, sedangkan satu-satunya cara yang benar untuk mengikat dan menyatukan umat Islam adalah berdasarkan ikatan akidah. Bersatu atas dasar jalur keturunan atau bangsa jelas-jelas diharamkan oleh Islam. Abu Daud meriwayatkan bahwa Rasullullah ﷺ bersabda,
“Bukanlah dari kami orang-orang yang menyeru kepada asabiyyah, berperang atas dasar assabiyyah, dan mati kerana (mempertahankan) asabiyyah”.
Terdapat banyak peristiwa di dalam sirah di mana Rasulullah mencela mereka yang coba mempertahankan sikap asabiyyah ini. Dalam satu kejadian, sekumpulan Yahudi merancang untuk memecahkan kesatuan kaum Muslimin setelah dengki melihat bersatunya Auz dan Khazraj atas dasar Islam. Mereka mengantar beberapa orang pemuda untuk mengadu domba Aus dan Khazraj dengan mengungkit semula kisah Perang Bu’ath di mana golongan Aus berjaya mengalahkan Khazraj. Hasilnya terjadilah perkelahian antara Aus dan Khazraj dan hal ini kemudiannya sampai ke pengetahuan Rasulullah. Nabi dengan tegas lalu bersabda,
“Wahai kaum Muslimin, ingatlah kalian kepada Allah, ingatlah kalian kepada Allah! Kenapa kalian mengikuti seruan jahiliyyah, padahal aku masih berada di tengah-tengah kalian. Dan Allah sebelumnya telah memberi petunjuk kepada kalian dengan Islam, memuliakan kalian dengannya, memutuskan segala kejahiliyyahan dari kalian, menyelamatkan kalian dari kekafiran dan menyatukan hati kalian.”
Ketika mendengar sabda Nabi ini, kaum Aus dan Khazraj terus sadar bahwa seruan jahilliyah adalah tipuan syaitan, dan salah satu dari makar musuh Allah terhadap mereka. Mereka terus menangis dan berpelukan antara satu sama lain. Peristiwa ini merupakan asbabun nuzul Surah Ali Imran (3): 102-103. [Sirah Ibn Hisyam].
At-Thabrani dan al-Hakim melaporkan bahwa pada suatu hari beberapa orang sedang berbincang tentang Salman al-Farisi dengan merendah-rendahkan bangsa Parsi berbanding bangsa Arab. Ketika mendengar hal ini, Rasulullah terus bersabda, “Salman adalah dari ahli al-bait (keluarga Rasulullah).” Kata-kata Nabi ini sebenarnya memutuskan segala bentuk ikatan berdasarkan keturunan atau bangsa.
Dikisahkan juga oleh Ibn al-Mubarak di dalam dua kitabnya, al-Birr dan as-Salah bahwa terjadi perselisihan antara Abu Zar dan Bilal, lalu Abu Dzar berkata kepada Bilal, “Engkau anak orang hitam.” Rasulullah amat marah mendengar kata-kata Abu Zar ini lalu bersabda, “Engkau sudah terlalu wahai Abu Dzar. Orang yang mempunyai ibu yang putih langsung tidak ada kelebihan di atas orang yang mempunyai ibu yang hitam.” Kata-kata Rasulullah ini memberi kesan yang mendalam ke atas Abu Dzar sehingga beliau meletakkan kepalanya ke tanah dan bersumpah tidak akan mengangkat kepalanya selagi Bilal tidak memijak kepalanya.
Peristiwa-peristiwa di atas menunjukkan kepada kita bahwa ikatan asabiyyah dan wathaniyyah langsung tidak ada tempat di dalam Islam. Kaum Muslimin diperintahkan agar bersatu atas dasar persamaan akidah dan tidak membedakan antara satu sama lain hanya disebabkan oleh perbedaan bangsa atau asal keturunan. Rasulullah mengingatkan kita bahwa kaum Muslimin adalah umpama tubuh yang satu, jika salah satu bagian sakit maka keseluruhan tubuh akan terasa sakit.
Pihak kuffar menggunakan nasionalisme, patriotisme, wathaniyyah dan asobiyyah sebagai senjata baru untuk menghancurkan Islam. Asabiyyah merupakan ikatan yang mengikat bangsa Arab jahiliyyah sebelum kedatangan Islam. Mereka sering bertikai serta berperang antara satu sama lain semata-mata karena ingin mempertahankan suku masing-masing. Setelah Rasulullah diutus, baginda terus menghapuskan ikatan ini dan menyatukan manusia di bawah satu ikatan baru yang bukan saja dapat mengikat bangsa Arab, malah seluruh umat manusia. Siapa saja yang menyahut seruan Rasulullah, maka terurailah semua ikatan bangsa atau keturunan, walau antara bapak dengan anak sekali pun dan mereka hanya bersatu di bawah ikatan yang baru ini, yakni ikatan la ilaha illallah Muhammad Rasulullah.
Ikatan akidah ini terus menjadi asas kepada hubungan antara Muslim selama beribu tahun, dari zaman Muhammad ﷺ hingga ke zaman Khilafah Utsmaniyyah. Islam telah menyatukan bangsa Arab, Barbar, Rum, Persia, India dan lain-lain dan menjadikan mereka ummatan wahidah (umat yang satu). Islam juga telah mempersatukan manusia tanpa menilai warna kulit, keturunan, bahasa, maupun status sosial. Semuanya disatukan berdasarkan kalimat yang sama dan digabungkan di bawah negara yang sama (daulah khilafah). Tidak diragukan lagi, kalimat tauhid inilah yang telah meruntuhkan semua sifat dan penyimpangan asabiyyah serta wathaniyyah yang telah membelenggu manusia selama ini. Dan ikatan suci tanpa penyimpangan inilah yang pihak kuffar Barat berusaha siang dan malam untuk menghapuskannya.
Dengan belajar dari sejarah, kita akan dapati bahwa pihak kuffar telah berusaha berabad-abad lamanya untuk menghancurkan daulah Islam yang telah dibina dan berdiri kukuh di atas asas akidah yang telah dibawa oleh Nabi ﷺ. Peperangan demi peperangan tak kunjung padam, bermula dari Perang Badar, Uhud, Ahzab, Mu’tah, Tabuk, Yarmuk, Qadisiyah, dan yang paling panjang, Perang Salib. Namun, semua usaha golongan kuffar untuk memadamkan cahaya Allah ini tidak mendatangkan hasil. Kekuatan daulah Islam yang tiada taranya membuat musuh-musuh Islam sepakat bahwa daulah Islam adalah satu kuasa yang tidak akan dapat dikalahkan.
Hal ini berlaku tidak lain karena kaum Muslimin memerangi kuffar semata-mata atas satu dasar yakni Islam. Kaum Muslimin dulunya adalah orang-orang yang hidup hanya untuk Islam dan sanggup menyerahkan jiwa dan raga demi Islam, bukannya demi asabiyyah atau wathaniyyah. Bak ungkapan Khalid al-Walid kepada pihak musuh di dalam satu peperangan, “Orang-orang yang bersamaku ini mencintai mati (syahid) sebagaimana kamu mencintai hidup.” Para mujahidin ini berjuang dengan penuh semangat, keberanian dan keimanan demi meninggikan kalimah Allah dan bukan berperang atas dasar bangsa atau tanah air.
Setelah gagal mengalahkan daulah Islam, sebaliknya tersungkur di dalam banyak peperangan, golongan kuffar mula mencari cara lain untuk menghancurkan Islam. Akhirnya mereka menemukan jalan bahwa satu-satunya cara untuk mengalahkan kaum Muslimin adalah dengan memisahkan mereka dari ajaran Islam yang selama ini telah menyatu dengan kaum Muslimin. Mereka yakin bahwa hal ini akan dengan sendirinya meruntuhkan daulah Islam dari dalam.
Dalam satu sidang House of Commons, Perdana Menteri Britain berketurunan Yahudi, Benjamin Disraeli pernah mengatakan, “Kaum Muslimin tak akan dapat dikalahkan sampai kapan pun hingga ini dicabut dari mereka”, sambil jarinya menunjuk kepada al-Qur’an. Inilah hasrat dan cita-cita mereka dan mereka benar-benar melaksanakannya.
Agenda untuk memasukkan racun asabiyyah ke tubuh kaum Muslimin telah diberi perhatian serius oleh mereka. Mereka mula mengirim para mubaligh (misionaris) ke dalam daulah Islam konon untuk “ilmu dan kemanusiaan” sedangkan tujuan sebenarnya adalah untuk menanam benih perpecahan di tengah-tengah jantung daulah. Malangnya, daulah tidak dapat menyadari perkara ini, lalu membenarkan masuknya misionaris ini. Walaupun mengalami kesukaran di peringkat awal, namun akhirnya, benih yang ditanam mula mengakar umbi dan hidup di dalam tubuh daulah dan terus tumbuh sebagai parasit yang menghancurkan rumahnya sedikit demi sedikit.
Melalui gerakan misionaris inilah, golongan kuffar berjaya di dalam makar mereka untuk memecah belah umat Islam dan daulah Islam dengan api asabiyyah dan wathaniyyah yang mereka hembuskan. Kaum Muslimin benar-benar terasuk dengan pemikiran kufur, mengalami perpecahan dan terlibat dengan perdebatan serta pertengkaran sesama sendiri yang tidak pernah mereka alami sebelum ini. Mereka mula membenci sesama sendiri dan tidak dapat menerima pemerintah yang bukan dari bangsa mereka. Mereka merasa seolah-olah ditindas dan dizalimi oleh pemerintah berbangsa asing, padahal semuanya adalah Muslim.
Mereka mulai menyanjung dan memuja pemikiran-pemikiran dari Barat yang konon membawa kebebasan dan kemajuan. Dengan racun nasionalisme dan patriotisme yang sudah menular di badan, maka muncullah perjuangan untuk memerdekakan diri sebagai satu bangsa bagi mendirikan negara sendiri yakni negara yang berdiri atas asas bangsa. Dari sini muncullah pejuang-pejuang kebangsaan (yang sebenarnya adalah agen British) seperti Mustafa Kamal, Syarif Hussein beserta kedua anaknya Faizal dan Abdullah yang hakikatnya disponsori dan dibiayai oleh British untuk menjatuhkan daulah khilafah.
Akhirnya, melalui perjuangan asabiyyah dan wathaniyyah yang dilancarkan tanpa henti, tumbanglah sebuah daulah Islam yang selama ini menyatukan kaum Muslimin atas dasar ‘la ilaha illallah Muhammad Rasulullah’ dan bermulalah pemerintahan negara-bangsa yang terpecah belah dan terdiri dari pemimpin yang kebanyakannya adalah agen Barat.
Wahai kaum Muslimin! Dari segi sejarah maupun apa yang sedang kita saksikan sekarang, ikatan asabiyyah dan wathaniyyah ini telah terlalu banyak membawa malapetaka dan perpecahan kepada umat Islam. Perasaan-perasaan kufur ini boleh disifatkan sebagai sebuah time bomb atau bom waktu yang bisa meledak pada kapan saja bila ia diusik. Selagi ikatan kufur ini tidak dihapuskan ke akar umbinya, selagi itulah lingkaran kekufuran akan terus menguasai dunia Islam. []
Sumber: Fahmi Melaka