Mbah Dul Sang Penambal Jalan Surabaya
Mbah Dul Sang Penambal Jalan Surabaya
Mustanir.com – Usaha Abdul Sukur (65), warga Jalan Tambak Segaran Barat, Gg I/27, Surabaya, Jawa Timur, selama 10 tahun menambal jalan berlobang mendapat respons dari pemerintah daerah. Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Surabaya langsung mengaspal beberapa jalan berlobang di Jalan Gembong, kemarin.
Jalan-jalan berlobang yang mulai diaspal DPU Kota Surabaya itu, sebelumnya ditambal menggunakan bekas bongkaran aspal dan batu krikil oleh kakek berprofesi pengayuh becak tersebut.
Hal tersebut dilakukan pihak DPU, saat aksi tambal jalan Pak Dul mulai ramai dikabarkan beberapa media massa, baik nasional maupun lokal. Berita di media massa itu ditulis pascaHiman Utomo, mengunggah tulisan tentang kakek enam cucu itu di akun facebook-nya.
Setiap malam, sekitar pukul 22.00 WIB hingga dini hari, usai mengais rezeki dari mengayuh becak, bapak enam anak yang biasa disapa Pak Dul itu, mencari jalan berlobang di sekitar Jalan Gembong, Tambak Rejo, Semut, Bunguran dan beberapa ruas jalan lainnya di Kota Pahlawan.
Kemudian dengan becak tuanya, Pak Dul yang juga kerap disapa Mbah Wek atau Pak Wek (pak tua) oleh rekan seprofesinya itu, mencari bongkaran aspal di daerah Pasar Atum dan Jalan Tambak Adi. Lalu mengangkutnya dengan becaknya menuju jalan-jalan berlobang yang ditemukannya.
Selanjutnya, kakek tujuh cucu ini, menutup dengan aspal dan meratakannya dengan menempa menggunakan palu ukuran sedang miliknya.
“Saya niat ibadah. Niat nolong banyak orang, ihklas tidak mengharap apa-apa. Jalanan berlobang itu bisa bahaya. Ada banyak pengendara motor jatuh karena berlobang. Sudah 10 tahun saya nambal jalan berlobang,” terang Pak Dul Rabu sore kemarin (13/5).
Bahkan, karena ketulusan Pak Dul yang juga akrab disapa Mbah Wek atau Pak Wek (pak tua) oleh rekan seprofesinya itu, dia sempat dipanggil dan ditawari jadi mandor atau pengawas oleh pihak DPU Kota Surabaya.
“Tapi saya tolak, karena saya sudah tua. Biar yang muda-muda saja, saya cari rezeki dari becak saja. Dapat segini tiap hari sudah Alhamdulillah,” akunya dengan Bahasa Jawa kromo inggil dipadu dengan Bahasa Indonesia.
Tiap hari, hasil dari mengayuh becak, Pak Dul alias Mbah Wek, hanya membawa pulang Rp 30 ribu. “Kalau ramai ya dapat Rp 40 ribu sampai 50 ribu, tapi itu jarang. Kadang sebulan sekali, kadang ya nggak dapat segitu (Rp 50 ribu). Tapi saya tetap bersyukur, rezeki sudah di ataur sama Allah,” katanya.
Saat menolak tawaran pekerjaan dari DPU Kota Surabaya, Pak Dul mengaku sempat dikasih uang Rp 1 juta oleh pihak Pemkot Surabaya. Tapi sayang, saat menceritakan ke anaknya, uang itu diminta oleh sang anak dan dia hanya dibagi beberapa ribu saja.
“Uangnya diminta anak saya. Saya dikasih sedikit. Katanya untuk beli makan ya saya kasihkan, wong namanya anak minta ke orangtua. Kadang cucu saya juga minta uang: Mbah jauk uwek-e (duwit/uang), mbah. Ya juga saya kasih dari uang narik becak,” ceritanya. (fahreenheat/adj)
Komentar
Betapa mulianya perbuatan mbah dul ini, seakan juga memberikan tamparan bagi pemerintah setempat dan pemerintah indonesia untuk bisa lebih baik memperbaiki jalan.
Di zaman kegemilangan Islam, menjadi tanggung jawab pemimpin jika sampai ada unta yang terperosok di jalan. Zaman demokrasi-liberal dan kapitalistik saat ini adalah penyebab ketidak-amanahan pemimpin-pemimpin kita.