Menimbang Penutupan Media Online Islam
Politikus PDIP: Situs Paham Radikal Ancam NKRI
Politikus PDIP sekaligus tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) Zuhairi Misrawi mendukung upaya pemerintah memblokir situs yang mengajarkan Islam radikal. Dia menilai, dakwah Islam seharusnya tidak menimbulkan kebencian.
Dia pun mengingatkan, situs radikal berpotensi memunculkan ISIS di negeri ini. “Negara berhak melindungi warganya dari paham radikal. Jika situs-situs radikal dibiarkan, jgn salahkan jika ISIS dkk membesar di negeri ini,” katanya melalui akun Twitter, @zuhairimisrawi.
Zuhairi mendukung permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorism (BNPT) yang meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk menutup situs radikal yang mendukung ISIS.
“Analisis BNPT sejak lama sdh tepat soal bahaya situs paham radikal. Tapi, negara selama ini membiarkan situs-situs tersebut.”
Dia melanjutkan, “Saya berpendapat, negara mesti mengambil tindakan tegas menutup situs paham radikal karena mengancam NKRI dan menebarkan kebencian.”
Zuhairi juga kecewa dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang meminta maaf kepada masyarakat atas kasus penutupan situs Islam radikal. “”aya menyayangkan Menag @lukmansaifuddin yg tdk tegas atas situs paham radikal. Padahal itu bukan soal media Islam, tapi soal radikalisme.”
‘Situs Panjimas dan Dakwatuna, Biasa-biasa Saja’
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menutup 22 situs Islam. BNPT menilai situs yang bermuatan Islam itu menyebarkan paham radikalisme atau sebagai simpatisan radikalisme.
Anggota Departemen Dakwah Pimpinan Pusat Persaudaraan Muslimah (Salimah) Ustazah Ika Abriastuti mengatakan, ia sering membaca situs-situs Islam tersebut. Namun menurutnya isinya biasa-biasa saja.
“Saya sering membaca panjimas.com dan dakwatuna.com isinya hanya kisah-kisah Islam. Tidak ada isi kedua situs itu yang bermuatan radikal seperti mengajak perang ke Irak atau Yaman,” kata Ika, Selasa, (31/3).
Kedua situs Islam tersebut, menurut Ika lebih lanjut, juga tidak mengajak masyarakat Muslim untuk memberontak kepada pemerintah untuk membuat negara Islam. “Jadi di mana letak radikalnya?” kata Ika penuh tanda tanya.
Dakwatuna sendiri, sambung Ustazah Ika, isinya hanya informasi saja bagaimana keadaan Mesir yang bergolak. Selain itu juga mengabarkan Yaman yang sedang bergolak. “Saya melihat tidak ada isinya yang bersifat radikal. Jadi pemerintah jangan gegabah menutupnya.”
Sebanyak 22 situs Islam yang diminta BNPT tersebut ditutup di antaranyaarrahmah.com, voa-islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriquna.com, dakwatuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com.
Selain itu, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com, daulahislam.com, mshoutussalam.com, azzammedia.com serta Indonesiasupportislamicstate.blogspot.com.
‘Jangan Tutup Situs Islam Tanpa ada Bukti’
Anggota Departemen Dakwah PP Persaudaraan Muslimah (Salimah), Ustazah Ika Abriastuti mengatakan, seharusnya pemerintah memanggil pengelola situs-situs Islam terlebih dahulu sebelum membuat keputusan.
“Panggil dulu para pengelolanya. Lalu diminta keterangan soal situsnya, jangan menutup situs tanpa ada bukti kalau situs tersebut mendorong gerakan radikal, itu tidak adil,” kata Ika, Selasa, (31/3).
Kalau langsung ditutup, ujar Ika, masyarakat yang terbiasa mencari informasi dari situs-situs itu akan merasakan dampaknya. Situs-situs Islam itu isinya hanyalah kisah-kisah Alquran, Hadis, kisah-kisah Nabi, nasehat dalam Islam. Hanya bersifat umum saja, tak ada upaya mendorong pembaca melakukan tindakan radikal.
“Mengajak orang ke masjid, sholat jamaah itu merupakan kegiatan amar makruf nahi mungkar karena Allah akan meminta petangungjawaban manusia terhadap hal itu. Lihat kemungkaran tidak boleh diam harus menasehati, situs-situs Islam isinya kebanyak seperti itu, bukan radikal.”
Melawan kemungkaran yang paling ringan, adalah menolak dengan hati nurani. “Ibarat orang tak punya kekuasaan, dan suara, setidaknya kalau diajak berbuat maksiat, menolak dengan hati.” (sumber: republika/adj)