Demokrasi (Shutterstock/Sergey Tinyakov)

Pemilu dan Demokrasi Bukan Solusi

MUSTANIR.net – Saat ini kita telah berada di penghujung akhir 2022. Artinya, kita telah melewati berbagai suka cita dan duka cita serta hiruk-pikuk perpolitikan dan berbagai problematika yang mendera kita dan negeri ini, di sepanjang 2019, 2020, 2021 hingga akhir 2022 ini.

Dan artinya juga, kita pun telah lama sekali melewati puncaknya tahun politik. Yaitu, 2019 yang telah digelar pemilu serentak, pileg maupun pilpres pada 17 April 2019 yang lalu. Dan kini pun kita akan memasuki lagi tahun politik 2023 dan 2024, yang juga ke depan puncak politiknya akan digelar secara serentak pesta demokrasi pemilu 2024 mendatang.

Ada pun, pada 2019 yang telah lalu, masih segar dalam ingatan kita di dunia nyata maupun di dunia maya atau di dunia media sosial. Pertarungan politik dan intelektual pun pernah begitu terasa sangat dahsyatnya, antara kubu petahana dan kubu oposisi.

Di mana kubu petahana begitu sangat berhasratnya pertahankan kekuasaannya hingga 2 periode. Dan sebaliknya, kubu oposisi sangat menginginkan perubahan rezim yang baru dan kehidupan yang lebih baik dalam berbangsa dan bernegara.

Debat capres perdana pun sudah digelar oleh KPU pusat pada 17 Januari 2019 yang lalu. Hingga semakin menambah kian panasnya suhu politik nasional dan kian menaikkan tingginya tensi konstelasi politik nasional.

Tak puas hasil debat capres yang pertama, kedua kubu pun melakukan manuver politik. Dan serangan politik untuk melemahkan lawan politiknya masing-masing dengan adu data serta adu konsep perubahan.

Sampai-sampai kubu petahana sangat takut dengan hashtag #2019GantiPresiden yang diviralkan oleh kubu oposisi. Yang kemudian, disambut dengan gegap gempita oleh rakyat yang sangat menginginkan perubahan. Hingga kubu petahana sangat ketakutan setengah mati.

Sampai-sampai saking paniknya kubu petahana terhadap elektabilitasnya yang semakin nyungsep dan jatuhnya kredibilitas, wibawa dan kharisma sang petahana di mata rakyatnya. Akibat kedustaan dan kedzalimannya kepada rakyatnya melalui berbagai kebijakannya yang sangat mendzalimi rakyat.

Serta makin terbongkarnya kebobrokan dan kegagalan rezim petahana. Dalam mengurus dan mengelola negara dan rakyatnya. Hingga membuat sang rezim petahana keluarkan jurus mabok tingkat dewanya.

Di mana, ketika kubu petahana kehabisan argumentasi dan kalah data dengan kubu oposisi. Maka, secepat kilat kubu petahana langsung melabeli kubu oposisi menebar hoax, menebar fitnah dan menebar kebencian, serta menebar perpecahan bangsa.

Hingga akhirnya pun, kian membuat kubu petahana sering melakukan blunder politik. Yang kian menggerus elektabilitas atau pamornya. Hingga kubu petahana pun, semakin panik dengan menggunakan alat kekuasaannya untuk membungkam lawan politiknya dengan ancaman UU ITE dan belenggu penjara.

Hingga persekusi dan kriminalisasi terhadap lawan politiknya tersebut. Bahkan, kubu petahana pun menyerang membabi buta kepada lawan politiknya dengan melontarkan tudingan bahwa kubu oposisi menggunakan ‘propaganda Rusia’ untuk menjatuhkan dirinya.

Namun, justru itu menjadi blunder terparah dan boomerang buat kubu petahana itu sendiri. Hingga negara Rusia lewat kedubesnya pun protes keras dan marah kepada kubu petahana yang membawa-bawa Rusia dalam pusaran pilpres 2019 yang lalu tersebut.

Dan akhirnya pun, semakin menguatkan tekad baja rakyat menginginkan perubahan. Dengan berupaya keras menggantinya dengan presiden yang baru. Yang sangat mereka harapkan mampu membawa perubahan yang lebih baik, bagi kehidupan mereka melalui pesta demokrasi pilpres 2019, pada 17 April 2019 yang lalu.

Maka, berujunglah semakin ramai dan viralnya hashtag #2019GantiPresiden di media sosial maupun di dunia nyata. Yang menjadi bukti kuat bahwa betapa rakyat sebenarnya sangat menginginkan perubahan yang lebih baik.

Dan juga sebenarnya, rakyat pun sudah bosan dan muak dengan rezim petahana yang sudah mengingkari 60 lebih janji politiknya saat kampanye pilpres 2014 yang lalu. Serta sudah sangat menyusahkan rakyat, melalui berbagai kebijakan dzalim sang petahana yang sangat liberal dan sangat pro kapitalis asing dan aseng, serta hanya membahayakan ketahanan negeri belaka.

Namun, akhirnya tragis nian, nasib sungguh nasib, kandaslah sudah #2019GantiPresiden. Di mana pemilu 2019 yang lalu yang diwarnai penuh dengan kecurangan sistematis, terstruktur, masif, dan brutal.

Hingga memakan tumbal nyawa 700 KPPS yang meninggal dunia, secara tak wajar dan misterius tersebut. Dan justru berujung dimenangkannya kubu petahana 01 Jokowi-Ma’ruf Amin. Yang kemenangannya diumumkan oleh KPU dan hakim MK, di tengah belum rampungnya penghitungan ataupun rekapitulasi surat suara pemilu tersebut.

Serta akhirnya semakin parah pula, dengan berujung kubu 02 (Prabowo-Sandi) capres Prabowo Subianto berlabuh dan berkoalisi dengan kubu 01. Dalam koalisi megaproyek, dengan imbalan Prabowo Subianto (Ketum Gerindra) menjadi Menteri Pertahanan, dan Edy Prabowo (Waketum Gerindra) menjadi Menteri KKP di kabinet pemerintahan Jokowi (jilid ke dua)-Ma’ruf Amin untuk masa periode 2019-2024.

Dan kemudian disusul pula selanjutnya, cawapres 02, Sandiaga Uno pun bergabung dan berkoalisi dengan rezim Jokowi-Ma’ruf. Dengan ia menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, dalam kabinet rezim Jokowi-Ma’ruf jilid ke dua tersebut.

Hingga membuat kekecewaan yang sangat berat dan sangat mendalam sekali. Bagi para pendukung kubu 02 Prabowo-Sandi, dan buat rakyat yang menginginkan perubahan dari pesta demokrasi alias pemilu 2019 tersebut. Sudahlah dicurangi dalam pemilu 2019, parahnya justru dikhianati oleh jagoannya sendiri, yang telah mati-matian mereka dukung dan mereka bela sedemikian rupa.

Dan semakin parahnya rezim Jokowi bersama DPR RI dan parpol koalisinya termasuk Gerindra—yang nota bene parpolnya Prabowo—pun mendukung disahkannya UU Omnibus Law Cilaka di tahun 2020 yang lalu.

Serta lebih parahnya pula, Waketum Gerindra yang menjabat Menteri KKP—yang nota bene bersama Prabowo Subianto beserta Gerindra partainya tersebut telah menjadi mitra koalisi rezim Jokowi—justru berakhir diciduk KPK di bulan November 2020 yang lalu. Karena terlibat kasus korupsi benih lobster atau benur. Masih nekat ganti rezim, Bro! Mikir!

Pemilu Ganti Rezim, Terbukti Bukan Solusi

Lantas, yang masih menjadi pertanyaannya, apakah sebuah solusi real jika sekadar pemilu ganti presiden atau ganti rezim doang. Dan juga, masihkah tetap nekat ganti rezim tersebut, untuk mewujudkan perubahan hakiki yang lebih baik bagi Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan di masa depan?

Bukankah, kita sangat berpengalaman dalam sejarah sudah berkali-kali ganti presiden atau ganti rezim. Sejak orde lama (era presiden Soekarno), orde baru (era presiden Soeharto) hingga orde reformasi (era presiden BJ Habibie, Gus Dur, Megawati dan SBY, hingga era Jokowi sekarang)?

Apakah dengan pergantian rezim atau presiden berkali-berkali belaka tersebut kian membuat Indonesia semakin lebih baik, sejahtera, adil, dan makmur? Realitas atau faktanya tidak. Justru sebaliknya Indonesia semakin lebih buruk, terpuruk, terjajah, miskin, tidak berkeadilan, tidak sejahtera, tidak aman, dan di ambang kehancurannya.

Buktinya: Timor Leste beserta Sipadan dan Ligitan lepas dari Indonesia, OPM—yang sudah banyak membunuh puluhan lebih aparat TNI-POLRI dan warga sipil serta pernah menyandera ribuan lebih warga sipil di Tembagapura—proklamirkan berdirinya negara Republik Federal Papua Barat.

Hingga pula, Papua pun bergejolak dan terjadinya tragedi Wamena. Yang telah menewaskan puluhan lebih warga pendatang muslim dari suku Bugis dan suku Minang, yang dibunuh secara massal oleh warga pribumi Kristen Papua.

Kemudian, utang negara kini tembus lebih dari 7.000 triliun, pemerintah defisit APBN, dan BUMN pada bangkrut. Jiwasraya dan Asabri beserta Bumiputera dirampok atau dikorupsi yang diduga melibatkan pihak istana, kedaulatan wilayah NKRI di Natuna diobok-obok oleh kapal-kapal Cina.

Rakyat pun dipalak melulu di semua lini kehidupannya atas nama pajak dan BPJS, BBM mahal dan naik terus, listrik mahal, biaya berobat mahal, biaya sekolah mahal, biaya pajak STNK dan BPKB mahal, daging mahal, cabe mahal, sembako mahal dan naik terus. Sebaliknya, yang turun terus hanya harga diri, dan yang tidak naik-naik hanyalah gaji rakyat dan pendapatan rakyat saja, bahkan cenderung semakin turun drastis.

Buktinya juga: Indonesia dibanjiri ribuan hingga jutaan lebih tenaga kerja asing dari Cina, legal maupun ilegal. Indonesia pun dibanjiri megaproyek OBOR Cina. Indonesia juga dibanjiri berton-ton narkoba. Indonesia pun dibanjiri oleh: LGBT, kumpul kebo, pornografi-pornoaksi, serta garam impor, beras impor, dan ribuan lebih cacing sarden mackarel kaleng impor.

Buktinya juga: Indonesia makin subur dan mengguritanya kemiskinan, kriminalitas dan pelacuran; korupsi dari kelas ikan teri, kelas ikan kakap hingga kelas ikan paus; privatisasi aset-aset vital dan penting negara.

Serta 2/3 wilayah Indonesia dikuasai asing dan aseng; dan lebih dari 80% SDA dan Migas kita dikuasai asing dan aseng; Freeport tetap kuasai puluhan tahun bertonton gunung emas Papua, bahkan diperpanjang hingga 2040.

Buktinya juga: hukum di Indonesia makin tumpul ke atas dan hanya tajam ke bawah, yang berujung hukum makin tumpul ke kafir dan hanya tajam ke Islam; ajaran Islam dan Ulama pun dikriminalisasi sedemikian rupa.

Sebaliknya, para penista agama (penista Islam) dan penista Nabi SAW dilindungi oleh penguasa; bahkan gerakan separatisme seperti OPM di Papua, RMS di Maluku, Minahasa Merdeka dibiarkan dan cenderung dilindungi oleh penguasa.

Buktinya pun: makin banyak saja melahirkan produk RUU dan UU yang sangat liberal dan pro penjajah kafir asing dan aseng. Serta hanya makin mengokohkan cengkeraman hegemoni penjajahan kapitalisme global asing dan aseng di negeri ini.

Seperti: Amandemen UUD 1945, UU PMA, UU Terorisme, UU Pemilu, UU ITE, UU KPK, RUU KUHP, RUU HIP/BIP, UU Covid 19, UU Minerba, dan UU Omnibus Law Cilaka. Dan lain-lain.

Dan buktinya pun: makin parah, kini Indonesia seluruh wilayahnya terkena wabah pandemi dan plandemi Corona virus (Covid 19), akibat kebijakan salah dan ngawur rezim demokrasi. Hingga meluluhlantakkan seluruh sendi-sendi kehidupan rakyat dan negara.

Sehingga melahirkan krisis kesehatan dan krisis kemanusiaan yang menyebabkan sekitar 100 ribu lebih rakyat meninggal dunia terkena Covid 19 tersebut. Dan sekitar 3 jutaan lebih rakyat yang terpapar positif Covid 19 lainnya dalam pengawasan, menjalani karantina dan perawatan intensif di berbagai rumah sakit.

Dan kini pun, justru melahirkan resesi ekonomi atau krisis ekonomi. Hingga sebabkan pula pertumbuhan ekonomi makin minusnya. Serta akhirnya pun, pemerintah semakin jadi-menjadi liarnya menumpuk utang ribawi luar negeri, hingga berjilid-jilid demi ‘gali lubang, tutup lubang’, dan lain-lain.

Dan pajak bagi rakyat pun semakin dinaikkan tarifnya oleh pemerintah. Sehingga pula banyak subsidi bagi rakyat dicabut. Hingga memicu semakin dinaikkannya harga BBM, BPJS, TDL, gas Elpiji, sembako, biaya sekolah, biaya kesehatan, dan kebutuhan rakyat lainnya.

Sehingga semakin membebani, memukul dan menyusahkan rakyat dan kehidupannya saja. Di tengah wabah pandemi Covid 19 yang belum selesai, dan di tengah ancaman nyata puncak resesi ekonomi global atau puncak krisis ekonomi dunia.

Terbukti Pemilu dan Demokrasi Bukan Solusi

Itu semua biang masalahnya gegara sistem kufur warisan penjajah yang bernama demokrasi beserta induk semangnya yakni ideologi kufur kapitalisme-sekulerisme. Yang diadopsi dan diterapkan serta disebarluaskan di Indonesia selama puluhan tahun hingga kini. Jadi, demokrasi beserta pemilunya itu bukan solusi. Masihkah percaya demokrasi, kapitalisme-sekulerisme tersebut? Mikir!

Allah subḥānahu wa taʿālā berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ
وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS al-Maidah: 50)

Karena itulah, rasanya tidak layak kita sebagai seorang muslim ataupun mukmin terjatuh dan terperosok ke dalam lubang yang sama untuk berkali-kalinya. Sebodoh-bodohnya hewan keledai saja, ia tidak akan jatuh dan terperosok ke dalam lubang yang sama untuk ke dua kalinya ataupun untuk berkali-kalinya.

Diriwayatksan dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:

لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ

“Tidak selayaknya seorang mukmin dipatuk ular (terperosok/jatuh) dari lubang (ke dalam lubang) yang sama sebanyak dua kali.” (HR Bukhari no. 6133, dan Muslim, no. 2998)

Imam Nawawi rahimahullah, menjelaskan bahwa al-Qadhi Iyadh berkata, cara baca ‘yuldagu’ ada dua cara:

Pertama: Yuldagu dengan ghain-nya di-dhammah. Kalimatnya menjadi kalimat berita. Maksudnya, seorang mukmin itu terpuji ketika ia cerdas, mantap dalam pekerjaannya, tidak lalai dalam urusannya, juga tidak terjatuh di lain waktu di lubang yang sama. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa ia tergelincir dalam urusan agama (akhirat).

Ke dua: Yuldagi dengan ghainnya di-kasrah. Kalimatnya menjadi kalimat larangan. Maksudnya, janganlah sampai lalai dalam suatu perkara. [Syarh Shahih Muslim, 12: 104]

Ibnu Hajar berkata, “Seorang muslim harus terus waspada, jangan sampai lalai dalam urusan agama maupun urusan dunianya.” [Fath al-Bari, 10: 530]

Kesimpulannya, muslim yang cerdas ataupun mukmin yang cerdas tidak mungkin berbuat dosa yang sama untuk ke dua kalinya. Dan tidak akan membiarkan dirinya terjatuh dan terperosok ke dalam lubang yang sama untuk ke dua kalinya, apalagi sampai berkali-kali.

Ketika ia sudah berbuat kesalahan dan dosa, ia terus sangat berhati-hati. Jangan sampai ia digigit lagi di lubang yang sama, dan jangan lagi jatuh ke dalam lubang yang sama untuk ke sekian kalinya.

Oleh sebab itulah, sudah terbukti secara historis dan empiris berkali-kali jalan demokrasi beserta pemilunya itu dibuat oleh kafir penjajah sebagai jebakan Batman. Untuk menjebak, melemahkan, memecah belah, dan menghancurkan umat Islam dan Islam, serta untuk mematikan kebangkitan Islam.

Dan juga demokrasi beserta pemilunya tersebut hanya terbukti menjadi senjata ampuh dan alat penjajahan yang sangat efektif kaum kuffar penjajah kapitalisme global asing-aseng. Dalam melanggengkan dan semakin mengokohkan hegemoni penjajahan kapitalisme global kafir penjajah yang terlaknat tersebut, di negeri-negeri Islam khususnya di Indonesia.

Lantas, mengapa kita masih tetap ngeyel dan tetap keukeuh, berkali-kali menjatuhkan diri terjun bebas ke dalam lubang kubangan lumpur hitam nan najis jalan demokrasi yang sesat dan kufur tersebut. Mikir!

Jadi, jika sekadar pemilu atau ganti presiden ataupun ganti rezim belaka, tanpa ganti sistem. Maka, itu ibarat kita punya ladang yang ditumbuhi banyak rerumputan.

Apabila, kita hanya membersihkan rerumputan tersebut dari ladang kita, dengan cara memangkas rerumputan tersebut. Maka, rerumputan itu niscaya tetap akan tumbuh lagi. Bahkan, akan semakin tumbuh subur dan semakin banyaknya, akhirnya tanah ladang kita pun tetap tidak bisa ditanami tanaman buah yang baik, sehat dan bermanfaat.

Namun, sebaliknya apabila kita ganti rezim sekaligus ganti sistem. Maka itu, ibaratnya kita punya ladang yang ditumbuhi rerumputan, dan kita pun membersihkan rerumputan tersebut dari ladang kita. Dengan cara mencabut rerumputan itu, sampai ke akar-akarnya dan membajak tanahnya hingga gembur. Serta tidak akan membiarkan satu pun akar rerumputan tersebut tertinggal di ladang kita.

Maka, rerumputan tersebut niscaya tidak akan tumbuh lagi. Dan akhirnya, tanah ladang kita pun bersih dari rumput, sehingga tanah ladang kita pun bisa ditanami dengan tanaman buah yang baik, sehat dan bermanfaat seperti padi, jagung, gandum, pisang, sayur-sayuran, dan lain-lain.

Karena itu, solusi real dan finalnya atas segala problematika yang tengah mendera dan melanda Indonesia dan atas gagalnya #GantiPresiden atau gagalnya ganti rezim tersebut hanyalah #GantiRezimGantiSistem. Hanya dengan syariah dan khilafah untuk Indonesia yang lebih baik, sejahtera, berkeadilan penuh rahmah dan penuh berkah. Mau?

Wallahu a’lam bish shawab. []

Sumber: Zakariya al-Bantany

About Author

Categories