Pengusaha Tempe Merasa Kelimpungan Saat ini
Pengusaha Tempe Merasa Kelimpungan Saat ini
Mustanir.com – Perajin tahu-tempe di Kecamatan Sawit dan Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jateng, kelimpungan. Kondisi ini, dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berdampak pada melonjaknya harga bahan baku kedelai impor.
“Harga bahan baku kedelai impor naik tajam. Kami tak biasa bertahan,” tutur Suwarto (50) perajin tahu-tempe Desa Bendan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jum’at (4/9).
Menurut Suwarto, saat ini harga kedelai impor menyentuh Rp 85 ribu/kuintal. Padahal, harga sebelumnya bertahan pada kisaran Rp 75 ribu/kuintal. Kenaikkan harga Rp 10 ribu/kuintal sudah cukup membuat perajin tahu-tempe di sini kelabakan.
“Kenaikkan nilar dolar AS, otomatis berdampak biaya produksi,” ujar Wartopo (65), perajin tahu-tempe yang lain.
Wartopo setiap hari butuh sekitar dua-tiga kuintal kedelai untuk produksi tahu. Selisih kenaikkan harga kedelai impor, cukup berarti bagi perajin. Oleh karena, dengan kenaikkan bahan baku berdampak pada keuntungan kian tipis. Soalnya, perajin tidak berani menaikkan harga jual lantaran takut kehilangan pembeli.
“Memproduksi tahu saat sekarang, balik modal saja sudah bagus. Masak, kerja tidak hanya kerja bhakti saja. Tidak ada upahnya dari memeras keringat,” tambah Suwarni (57), perajin yang lain. (rol/adj)
Komentar Mustanir.com
Indonesia, negeri yang kaya akan sumber daya alamnya, baik bahari maupun daratannya, tetapi ironisnya, masih banyak rakyatnya yang tidak mendapatkan akses untuk memakan makanan yang baik dan bergizi. Bahkan untuk membuat tempe dan tahu saja, Indonesia perlu impor kedelai dari Amerika, sehingga ketika dollar naik, tempe dan tahu pun menjadi naik harganya.
Untuk membeli beras saja rakyat semakin susah, apalagi jika kemudian ditambah kenaikan harga tempe dan tahu, tentunya akan membuat rakyat Indonesia semakin menjerit. Lantas, apa gunanya ada pemerintahan yang sekarang ini dijalankan jika hanya semakin memberatkan kehidupan rakyat?