
Muak dengan Kapitalisme, Sosialisme Islam Menjadi Solusi?
MUSTANIR.net – Setelah banyak menjumpai fakta pahit kebijakan yang kapitalistik, masyarakat menjadi kecewa akan kapitalisme. Rasa kecewa membuat masyarakat ingin segera lepas dari dominasi kapitalisme. Sehingga beberapa di antara masyarakat (terutama mahasiswa) mencari solusi pengganti kapitalisme dengan antitesis dari kapitalisme itu sendiri, yakni sosialisme.
Namun karena masyarakat Indonesia mayoritas adalah muslim, maka bumbu sosialisme tersebut dipadukan Islam. Maka muncullah sosialisme Islam. Pertanyaannya, mampukah sosialisme Islam menjadi solusi atas carut marutnya negeri ini?
Perlu kita ketahui bahwa, sosialisme dan Islam adalah dua hal yang berbeda. Mereka tidak bisa disatukan dan tidak bisa saling berdampingan. Mengapa?
1. Dari penciptanya saja sudah berbeda.
Karl Marx dan Friedrich Engels merupakan tokoh yang digadang-gadang sebagai pencetus ideologi sosialisme. Intinya keduanya adalah manusia. Sedangkan Islam diciptakan oleh Tuhan. Ia bukanlah manusia. Karena penciptanya saja berbeda, otomatis karakteristik hukum-hukum yang ditelurkannya pun berbeda.
2. Tujuannya berbeda.
Tujuan sosialisme itu menciptakan masyarakat yang lebih adil dengan mengurangi kesenjangan pendapatan dan memastikan pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua individu. Ia akan menghapus kepemilikan individu dengan menciptakan konsep “keadilan sosial”. Harapannya bisa menimbulkan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan Islam, Rasul membawa Islam bukan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, namun untuk mencari ridho Allah. Kalau Allah ridho, maka akan diberikan keberkahan. Jika dunia ini berkah, jangankan kesejahteraan masyarakat, tapi seluruh alam (termasuk hewan, tumbuhan) pun akan sejahtera. Sebagaimana QS al-Anbiya: 107.
Karena dalam Islam, buat apa sejahtera kalau Allah tak ridho? Maka goals dari Islam bukan kesejahteraan belaka, namun ridho Allah.
3. Standar kebenaran, hukum, dan sistem.
Hukum dan sistem pada sosialisme dibangun berdasarkan akal semata-mata. Sosialisme juga memandang standar kebenaran perbuatan sesuai “dialektika materialisme”. Yakni dengan formula “tesis, antitesis, sintesis”. Sosialisme menekankan bahwa perubahan masyarakat ditentukan oleh ekonomi, dengan alat distribusi sebagai penentu hukum dan sistem kehidupan.
Sedangkan Islam, standar kebenaran hukum terletak pada halal-haram/kaidah syara’.
Islam tidak mempedulikan apa kata mayoritas manusia. Karena kedaulatan tertinggi dalam Islam ada pada hukum syariat, bukan kata mayoritas. Maka, walaupun banyak manusia suka, selagi Allah bilang haram, maka hal tersebut tetaplah haram. (QS al-Anam: 116, QS al-Baqarah: 59, QS al-Maidah: 44,45,47: QS an-Nisa: 65, QS al-Ahzab: 56)
Kesimpulannya, pada sosialisme pembuat standar kebenaran adalah manusia. Sedangkan Islam, pembuat standar kebenaran adalah Tuhan.
Dari 3 aspek saja, keduanya sudah berbeda dan tidak bisa disatukan. Jika memaksa ingin menyatukan sosialisme dengan Islam, maka akan menggunakan sebagian hukum buatan manusia, dan sebagain lainnya hukum Tuhan. Hal ini bukan akan menjadi sosialisme Islam, melainkan sekuler. Yang berarti memilih menggunakan sebagian hukum dari Tuhan, dan sebagian lagi dari manusia.
Dan negeri yang tidak menggunakan hukum Tuhan secara sempurna (baik dipilih sebagian saja, maupun tidak sama sekali), hanya akan ada bencana dan kezaliman. Sebagaimana QS ar-Rum: 41, dan QS al-Baqarah: 85.
Maka solusi akan kejahatan kapitalisme bukanlah sosialisme, apalagi sosialisme Islam. Melainkan Islam saja. []
Sumber: Ibra Deviyana Purnomo
Referensi
• An-Nabhani, Taqiyuddin. 2001. Nidzam al-Islam. Al-Khilafah Publications.
• Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis. (2024). Perbandingan Sistem Ekonomi Sosialisme, Kapitalisme, dan Ekonomi Syariah. Jambura, 7(2). ejurnal.ung.ac.id/index.php/JIMB/article/viewFil e/27698/9404
• Michael Upshall, The Hutchinson Pocket Encyclopedia, Hutchinson, London, cet. II, 1989, h. 1l16-117.
• Sholahuddin, M. (2012). Kritik terhadap Sistem Ekonomi Sosialis. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Masalah Ekonomi dan Pembangunan, 13(1), 91-101. Retrieved. journals.ums.ac.id/JEP/article/view/3915