MUSTANIR.net – Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا» رواه البخاري

“Dari ‘Aisyah raḍiyallāhu ʿanhā ia berkata: Nabi Muhammad Rasulullah ﷺ bersabda; Tidak ada lagi hijrah setelah kemenangan (fathu makkah) akan tetapi yang tetap ada adalah jihad dan niat. Maka jika kalian diperintahkan berangkat untuk berperang, maka berangkatlah kalian.” (HR Bukhari, nomor 2783)

Dari hadits ini dapat kita ambil satu pelajaran bahwa, setelah peristiwa futuh Mekkah, tidak ada lagi hijrah dalam arti berpindah tempat. Sebab setiap jengkal tanah yang telah di-futūḥāt (ditaklukkan) oleh kaum muslimin, statusnya menjadi tanah milik kaum muslimin, sebagai tanah kharajiyah. Wajib bagi kaum muslimin mempertahankannya dengan jihād fī sabīlillāh dan niat untuk mempertahankan tanah tersebut dari serangan orang-orang kafir termasuk di dalamnya Zionis Israel.

Tanah Palestina adalah tanah yang ditaklukkan oleh kaum muslimin saat kekhilafahan rosyidah saat dipimpin oleh amirul mukminin Umar bin Khattab raḍiyallāhu ʿanhū.

Maka status tanah Palestina adalah tanah kharajiyah yaitu tanah milik kaum muslimin yang diperoleh melalui proses jihad dan penaklukan.

Status tanah ini yaitu tanah kharajiyah akan tetap berlaku hingga hari kiamat. Hanya saja, sejak kekhilafahan Utsmaniyah runtuh dengan sifatnya sebagai khilafah Islam akibat makar yang dilakukan kafir penjajah, tanah Palestina sebagai tanah kharajiyah berada dalam kekuasaan Zionis Yahudi akibat dari serangkaian makar politik yang dilakukan oleh para Zionis yang dibekingi oleh Inggris dan Amerika Serikat.

Maka kewajiban seluruh kaum muslimin untuk membebaskannya kembali. Seperti dulu saat panglima Sholahuddin al-Ayubi membebaskan tanah Palestina dari tentara Salib. Sebab statusnya sebagai tanah kharajiyah, tanah kaum muslimin, akan senantiasa melekat hingga hari kiamat.

Akan tetapi kewajiban jihad untuk membebaskan tanah Palestina sebagai tanah kaum muslimin agar kembali ke dalam pangkuan kaum muslimin, juga untuk menghentikan genosida yang dilakukan Zionis Yahudi, haruslah ada di bawah komando seorang amirul jihad yang ditunjuk oleh seorang khalifah kaum muslimin.

Nahasnya, keberadaan khalifah yang dapat mengomandoi jihad melawan Zionis Israel saat ini tidak ada. Karenanya, menunjuk seorang khalifah untuk kaum muslimin menjadi penting dan wajib untuk segera ada.

Khalifah adalah seorang pemimpin kaum muslimin yang memimpin dengan menerapkan syariat Islam kaffah dalam sistem khilafah, bukan sistem demokrasi atau sistem lainnya.

Karenanya seorang pemimpin yang memimpin dalam sistem demokrasi selamanya tidak akan mampu membebaskan tanah Palestina, dan kaum muslimin tidak bisa banyak berharap terhadap pemimpin mana pun yang menerapkan sistem demokrasi.

Sebab justru karena penerapan sistem demokrasi di negeri-negeri kaum muslimin inilah, peristiwa genosida atau pembantaian terhadap masyarakat sipil di tanah Palestina oleh Zionis Yahudi Israel terjadi.

Hal demikian terjadi sebab para pemimpin negeri-negeri kaum muslimin yang menerapkan sistem demokrasi dalam sistem pemerintahannya terikat dengan perjanjian luar negeri untuk tidak keluar dari nation state yang sudah ditetapkan oleh kafir penjajah.
Akibatnya, mereka hanya bisa memberikan kecaman terhadap aksi genosida yang terjadi di Palestina. Mereka tidak akan mau dan tidak berani menurunkan pasukan militernya untuk mengusir Zionis Yahudi di tanah Palestina yang melakukan pembantaian terhadap penduduk sipil Palestina.

Sebab, mereka telah menyerahkan diri kepada kafir Barat penjajah demi secuil kekuasaan yang tidak ada nilainya di hadapan Allah subḥānahu wa taʿālā. Sebab, mereka menjadi pengkhianat bagi kaum muslimin tanpa mereka sadari. Mereka memiliki kekuasaan dan kekuatan tapi tidak tahu harus digunakan untuk apa kekuasan dan kekuatannya itu.

Sistem demokrasi menggunakan kaidah untung/rugi dalam menjalankan pembelaan terhadap aksi kejam pembantaian Zionis Yahudi terhadap penduduk sipil Palestina. Karenanya, mereka tidak akan melakukan pembelaan terhadap Palestina walaupun nyata di depan mata terjadi banyak pelanggaran HAM yang diagungkan oleh sistem demokrasi. Namun mereka langgar sendiri, yang semakin menunjukan standar gandanya dalam melakukan urusan pembelaan terhadap kaum muslimin.

Maka berharap dukungan dan pembelaan terhadap negeri Palestina dari pemimpin negara-negara Arab bahkan negara-negara non-Arab yang mayoritas penduduknya adalah kaum muslimin hari ini, bagaikan mimpi di siang bolong, bagaikan pungguk merindukan bulan, jauh panggang jauh dari api, tidak akan pernah terealisasi.

Karena pemimpin negara yang menerapkan demokrasi dalam sistem pemerintahannya adalah pemimpin dengan tipe cinta dunia dan takut mati, cinta harta dan kekuasaan, walaupun harus menghianati amanah dari Allah subḥānahu wa taʿālā dan Rasul-Nya untuk saling membela dan menjaga sesama kaum muslimin.

Karenanya, kaum muslimin hari ini sungguh jauh dari kemuliaan. Padahal nenek moyang kaum muslimin adalah orang-orang hebat yang mampu menggetarkan seluruh dunia dengan aktivitas dakwah dan jihadnya.

Semua ini terjadi sebab Islam hari ini ditinggalkan terutama dari aspek politiknya. Padahal amirul mukminin Umar bin Khattab raḍiyallāhu ʿanhū telah mewanti dan mengingatkan kita bahwa kita mulia sebab Islam, dan kita akan terhina sebab meninggalkan Islam. Hari ini adalah bukti kehinaan tersebut. Kita tak berdaya menghadapi genosida yang dialami oleh rakyat sipil Palestina.

Kaum muslimin memiliki banyak tentara dan alutsista namun tidak bisa digunakan untuk menghentikan genosida di tanah Palestina, dengan dalih bukan negeri sendiri, sebab kaum muslimin hari ini tersekat garis imajiner batas nasionalisme.

Akibatnya, kaum muslimin menjadi terpisah-pisah, terkotak-kotak, dan tidak bersatu, sibuk melaksanakan agenda sesuai arahan kafir Barat yang telah menyerang dan meruntuhkan Islam dan kaum muslimin.

Wallahu a’lam. []

Sumber: Ayu Mela Yulianti, S.Pt, Pegiat Literasi dan Pemerhati Kebijakan Publik

About Author

Categories